Total Pageviews

Sunday, August 22, 2021

Teman Kost Yang Binal



Walaupun bulan ini penuh dengan kesibukanku, aku termasuk orang yang sangat susah untuk dapat mengontrol keinginan seks atas wanita. Pengalaman ini kualami beberapa hari sebelum bulan-bulan sibukku yang lalu di tempat kost. Di tempat kost kami ber-5 dan hanya ada satusatunya cewek di kost ini, namanya Mayang. Aku heran ibu kost menerima anak perempuan di kost ini. Oh, rupanya Mayang bekerja di dekat kost sini.


Mayang cukup cantik dan kelihatan sudah matang dengan usianya yang relatif sangat muda, tingginya kira-kira 160 cm. Yang membuatku melayang layang adalah tubuhnya yang putih dan payudaranya yang cukup besar.Ahh, kapan aku bisa mendapatkannya, pikirku. Menikmati tubuhnya, menancapkan penisku ke vaginanya dan menikmati gelora kegadisannya.

 

Perlu pembaca ketahui, umurku sudah 35 tahun. Belum menikah tapi sudah punya pacar yang jauh di luar kota. Soal hubungan sex, aku baru pernah dua kali melakukannya dengan wanita. Pertama dengan Mbak Anik, teman sekantorku dan dengan Esther. Dengan pacarku, aku belum pernah melakukannya.

 

Kami ber-5 di kost ini kamarnya terpisah dari rumah induk ibu kost, sehingga aku dapat menikmati gerak-gerik Mayang dari kamarku yang hanya berjarak tidak sampai 10 meter. Yang gila dan memuncak adalah aku selalu melakukan masturbasi minimal 2 hari sekali. Aku paling suka melakukannya di tempat terbuka. Kadang sambil lari pagi, aku mencari tempat untuk melampiaskan imajinasi sex ku.

 

Sambil memanggil nama Mayang, crot crot crot.., muncratlah spermaku, enak dan lega walau masih punya mimpi dan keinginan menikmati tubuh Mayang. Aku juga suka melakukan masturbasi di rumah, di luar kamar di tengah malam atau pagi-pagi sekali sebelum semuanya bangun. Aku keluar kamar dan di bawah terang lampu neon atau terang bulan, kutelanjangi diriku dan mengocok penisku, menyebut-nyebut nama Mayang sebagai imajinasi senggamaku. Bahkan, aku pernah melakukan masturbasi di depan kamar Mayang, kumuntahkan spermaku menetesi pintu kamarnya. Lega rasanya setelah melakukan itu.

 

Mayang kuamati memang terlihat seperti agak binal. Suka pulang agak malam diantar cowok yang cukup altletis, sepertinya pacarnya. Bahkan beberapa kali kulihat suka pulang pagi-pagi, dan itu adalah pengamatanku sampai kejadian yang menimpaku beberapa hari sebelum bulan itu.

Seperti biasanya, aku melakukan masturbasi di luar kamarku. Hari sudah larut hampir jam satu dini hari. Aku melepas kaos dan celana pendek, lalu celana dalamku. Aku telanjang dengan Tangan kiri memegang tiang dan tangan kanan mengocok penisku sambil kusebut nama Mayang. Tapi tiba-tiba aku terhenti mengocok penisku, karena memang Mayang entah tiba-tiba tengah malam itu baru pulang.

 

Dia memandangiku dari kejauhan, melihat diriku telanjang atau tidak, dengan cepat-cepat membuka kamarnya. Sepertinya kutangkap dia tidak grogi melihatku, tidak juga kutangkap keterkejutannya melihatku. Aku yang terkejut.

Setelah dia masuk kamar, dengan cuek kulanjutkan masturbasiku dan tetap menyebut nama Mayang. Yang kurasakan adalah seolah aku menikmati tubuhnya, bersenggama dengannya, sementara aku tidak tahu apa yang dipikirkannya tentangku di kamarnya. Malam itu aku tidur dengan membawa kekalutan dan keinginan yang lebih dalam.

 

Paginya, ketika aku bangun, sempat kusapa dia.

“Met pagi..” kataku sambil mataku mencoba menangkap arti lain di matanya. Kami hanya bertatapan.

 

Ketika makan pagi sebelum berangkat kantor juga begitu.

 

“Kok semalam sampai larut sih..?” tanyaku.

 

“Kok tak juga diantar seperti biasanya..?” tanyaku lagi sebelum dia menjawab.

 

“Iya Mas, lembur, temenku sampai gerbang saja semalam.” jawabnya sambil tetap makan pagi.

“Semalam nggak terkejut ya melihatku..?” aku mencoba menyelidiki.

 

Wajahnya memerah dan tersenyum. Wahh.., serasa jantungku copot melihat dan menikmati senyum Mayang pagi ini yang berbeda. Aku rasanya dapat tanda-tanda nih, sombongnya hatiku.

 

Rumah kost kami memang tertutup oleh pagar tinggi tetangga sekeliling. Kamarku berada di pojok dekat gudang, lalu di samping gudang ada halaman kecil kira-kira 30 meter persegi, tempat terbuka dan tempat untuk menjemur pakaian.

 

Tanah ibu kostku in cukup luas, kira-kira hampir 50 X 100 m. Ada banyak pohon di samping rumah, di samping belakang juga. Di depan kamarku ada pohon mangga besar yang cukup rindang.

Rasanya nasib baik berpihak padaku. Sejak saat itu, kalau aku berpapasan dengan Mayang atau berbicara, aku dapat menangkap gejolak nafsu di dadanya juga. Kami makin akrab. Ketika kami berbelanja kebutuhan Puasa di supermarket, kukatakan terus terang saja kalau aku sangat menginginkannya. Mayang diam saja dan memerah lagi, dapat kulihat walau tertunduk.

 

Aku mengajaknya menikmati malam Minggu tengah malam kalau dia mau. Aku akan menunggu di halaman dekat kamarku, kebetulan semua teman-teman kostku pulang kampung. Yang satu ke Solo, istrinya di sana, tiap Sabtu pasti pulang. Yang satunya pulang ke Temanggung, persiapan Puasa di rumah.


Aku harus siapkan semuanya. Kusiapkan tempat tidurku dengan sprei baru dan sarung bantal baru. Aku mulai menata halaman samping, tapi tidak begitu ketahuan. Ahh, aku ingin menikmati tubuh Mayang di halaman, di meja, di rumput dan di kamarku ini. Betapa menggairahkan, seolah aku sudah mendapat jawaban pasti.

 

Sabtu malam, malam semakin larut. Aku tidur seperti biasanya. Juga semua keluarga ibu kost. Aku memang sudah nekat kalau seandainya ketahuan. Aku sudah tutupi dengan beberapa pakaian yang sengaja kucuci Sabtu sore dan kuletakkan di depan kamarku sebagai penghalang pandangan. Tidak lupa, aku sudah menelan beberapa obat kuat/perangsang seperti yang diiklankan.

 

Tengah malam hampir jam setengah satu aku keluar. Tidak kulihat Mayang mau menanggapi. Kamarnya tetap saja gelap. Seperti biasa, aku mulai melepasi bajuku sampai telanjang, tangan kiriku memegangi tiang jemuran dan tangan kananku mengocok penisku. Sambil kusebut nama Mayang, kupejamkan mataku, kubayangkan sedang menikmati tubuh Mayang. Sungguh mujur aku waktu itu. Di tengah imajinasiku, dengan tidak kuketahui kedatangannya, Mayang telah ada di belakangku.

 

Tanpa malu dan sungkan dipeluknya aku, sementara tanganku masih terus mengocok penisku.

 

Diciuminya punggungku, sesekali digigitnya, lalu tangannya meraih penisku yang menegang kuat.

 

“Mayang.. Mayang.. achh.. achh.. nikmatnya..!” desahku menikmati sensasi di sekujur penisku dan tubuhku yang terangkat tergelincang karena kocokan tangan Mayang.

 

“Uhh.. achh.. Mayang, Mayang.. ohhh.. aku mau keluar.. ohh..” desahku lagi sambil tetap berdiri.

Kemudian kulihat Mayang bergerak ke depanku dan berlutut, lalu dimasukkannya penisku ke mulutnya.

 

“Oohhh Mayang… Uhh Mayang..Nikmat sekali..!” desahku ketika mulutnya mengulumi penisku.

 

Akhirnya aku tidak dapat menahannya lagi, crott.. crot.. crot.., spemaku memenuhi mulut Mayang, membasahi penisku dan ditelannya. Ahh anak ini sudah punya pengalaman rupanya, pikirku.

 

Lalu Mayang berdiri dengan mulut yang masih menyisakan spermaku, aku memeluknya dan menciuminya. Ahh.., kesampaian benar cita-citaku menikmati tubuhnya yang putih, lembut, sintal dan buah dadanya yang menantang.

 

Kulumati bibirnya, kusapu wajahnya dengan mulutku. Kulihat dia memakai daster yang cukup tipis. BH dan celana dalamnya kelihatan menerawang jelas. Sambil terus kuciumi Mayang, tanganku berkeliaran merayapi punggung, dada dan pantatnya. Ahh.. aku ingin menyetubuhi dari belakang karena sepertinya pantatnya sangat bagus. Aku segera melepaskan tali telami dasternya di atas pundak, kubiarkan jatuh di rumput.

 

Ahh.., betapa manis pemandangan yang kulihat. Tubuh sintal Mayang yang hanya dibalut dengan BH dan celana dalam. Wahhh.., membuat penisku mengeras lagi. Kulumati lagi bibirnya, aku menelusuri lehernya.

 

“Ehh.., ehhh..!” desis Mayang menikmati cumbuanku.

 

“Ehh.., ehhh..!” sesekali dengan nada agak tinggi ketika tanganku menggapai daerah-daerah sensitifnya.

 

Kemudian kepalanya mendongak dan buah dadanya kuciumi dari atas. O my God, betapa masih padat dan montok buah dada anak ini. Aku mau menikmatinya dan membuatnya mendesis-desis malam ini. Tanganku yang nakal segera saja melepas kancing BH-nya, kubuang melewati jendela kamarku, entah jatuh di mana, mungkin di meja atau di mana, aku tidak tahu. Uhhh.., aku segera memandangi buah dada yang indah dan montok ini. Wah luar biasa, kuputari kedua bukitnya. Aku tetap berdiri. bergantian kukulumi puting susunya. Ahh.., menggairahkan.

 

Terkadang dia mendesis, terlebih kalau tangan kananku atau kiriku juga bermain di putingnya, sementara mulutku menguluminya juga. Tubuhnya melonjak-lonjak, sehingga pelukan tangan kanan atau kiriku seolah mau lepas. Mayang menegang, menggelinjang-gelinjang dalam pelukanku. Lalu aku kembali ke atas, kutelusuri lehernya dan mulutku berdiam di sana. Tanganku sekarang meraih celana dalamnya, kutarik ke bawah dan kubantu melepas dari kakinya. Jadilah kami berdua telanjang bulat.

 

Kutangkap kedua tangan Mayang dan kuajak menjauh sepanjang tangan, kami berpandangan penuh nafsu di awal bulan ini. Kami sama-sama melihat dan menjelajahi dengan mata tubuh kami masing-masing dan kami sudah saling lupa jarak usia di antara kami. Penisku menempel lagi di tubuhnya, enak rasanya. Aku memutar tubuhnya, kusandarkan di dadaku dan tangannya memeluk leherku.

 

Kemudian kuremasi buah dadanya dengan tangan kiriku, tangan kananku menjangkau vaginanya. Kulihat taman kecil dengan rumput hitam cukup lebat di sana, lalu kuraba, kucoba sibakkan sedikit selakangannya. Mayang tergelincang dan menggeliat-geliat ketika tanganku berhasil menjangkau klitorisnya. Seolah dia berputar pada leherku, mulutnya kubiarkan menganga menikmati sentuhan di klitorisnya sampai terasa semakin basah.

 

Kubimbing Mayang mendekati meja kecil yang kusiapkan di samping gudang. Kusuruh dia membungkuk. Dari belakang, kuremasi kedua buah dadanya. Kulepas dan kuciumi punggungnya hingga turun ke pantatnya. Selangkangannya semakin membuka saja seiring rabaanku. Setelah itu aku turun ke bawah selakangannya, dan dengan penuh nafsu kujilati vaginanya.

 

Mulutku menjangkau lagi daerah sensitif di vaginanya sampai hampir-hampir kepalaku terjepit.

 

“Oohh.., ehh.., aku nggak tahan lagi.., masukkan..!” pintanya.

 

Aku akhirnya dapat memasukkan penisku dari belakang. Kumasukkan penisku sampai terisi penuh liang senggamanya. Saat penetrasi pertama aku terdiam sebelum kemudian kugenjot dan menikmati sensasi orgasme. Aku tidak perduli apakah ada yang mendengarkan desahan kami berdua di halaman belakang. Aku hanya terus menyodok dan menggenjot sampai kami berdua terpuaskan dalam gairah kami masing-masing.

 

Aku berhasil memuntahkan spermaku ke vaginanya, sementara aku mendapatkan sensasi jepitan vagina yang hebat ketika datang orgasmenya. Aku dibuatnya puas dengan kenyataan imajinasiku malam Minggu itu. Sabtu malam atau minggu dini hari yang benar-benar hebat. Aku bersenggama dengan Mayang dalam bebrapa posisi. Terakhir, sebelum posisi konvensioal, aku melakukan lagi posisi 69 di tempat tidur.

 

Ahh Mayang, dia berada dalam pelukanku sampai Minggu pagi jam 8 dan masih tertidur di kamarku. Aku bangun duluan dan agak sedikit kesiangan. Ketika melihat ke luar kamar, ohh tidak ada apa-apa. Kulihat kedua cucu ibu kostku sedang bermain di halaman. Mereka tidak mengetahui di tempat mereka bermain itu telah menjadi bagian sejarah seks hidupku dan Mayang.

Tuesday, July 9, 2019

GAIRAH MEMBARA


Kehidupan kami biasa saja, dari segi ekonomi sampai hubungan suami istri. Aku dan suamiku cukup menikmati kehidupan ini. Suamiku yang kalem dan sedikit pendiam adalah seorang pegawai swasta di kotaku ini. Penghasilan sebulannya cukup untuk menghidupi kami bertiga. Namun kami belum begitu puas. Walau bagaimana kami harus merasakan lebih bukan hanya sekedar cukup.
Karena jabatan suamiku sudah tidak mungkin lagi naik di perusahaannya, untuk menambah penghasilan kami, aku meminta ijin kepada Mas Hadi untuk bekerja, mengingat pendidikanku sebagai seorang Accounting sama sekali tidak kumanfatkan semenjak aku menikah. Pada dasarnya suamiku itu selalu menuruti keinginanku, maka tanpa banyak bicara dia mengijinkan aku bekerja, walaupun aku sendiri belum tahu bekerja di mana, dan perusahaan mana yang akan menerimaku sebagai seorang Accounting, karena aku sudah berkeluarga.

“Bukankah kamu punya teman yang anak seorang Direktur di sini?” kata suamiku di suatu malam setelah kami melakukan hubungan badan.
“Iya… si Yanthi, teman kuliah Ridha..!” kataku.
“Coba deh, kamu hubungi dia besok. Kali saja dia mau menolong kamu..!” katanya lagi.
“Tapi, benar nih.. Mas.. kamu ijinkan saya bekerja..?”
Mas Hadi mengangguk mesra sambil menatapku kembali.



Sambil tersenyum, perlahan dia dekatkan wajahnya ke wajahku dan mendaratkan bibirnya ke bibirku.
“Terimakasih.. Mas.., mmhh..!” kusambut ciuman mesranya.
Dan beberapa lama kemudian kami pun mulai terangsang lagi, dan melanjutkan persetubuhan suami istri untuk babak yang ketiga. Kenikmatan demi kenikmatan kami raih. Hingga kami lelah dan tanpa sadar kami pun terlelap menuju alam mimpi kami masing-masing.

Perlu kuceritakan di sini bahwa Rendy, anak kami tidak bersama kami. Dia kutitipkan ke nenek dan kakeknya yang berada di lain daerah, walaupun masih satu kota. Kedua orangtuaku sangat menyayangi cucunya ini, karena anakku adalah satu-satunya cucu laki-laki mereka.
Siang itu ketika aku terbangun dari mimpiku, aku tidak mendapatkan suamiku tidur di sisiku. Aku menengok jam dinding. Rupanya suamiku sudah berangkat kerja karena jam dinding itu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Aku teringat akan percakapan kami semalam. Maka sambil mengenakan pakaian tidurku (tanpa BH dan celana dalam), aku beranjak dari tempat tidur berjalan menuju ruang tamu rumahku, mengangkat telpon yang ada di meja dan memutar nomor telpon Yanti, temanku itu.

“Hallo… ini Yanti..!” kataku membuka pembicaraan saat kudengar telpon yang kuhubungi terangkat.
“Iya.., siapa nih..?” tanya Yanti.
“Ini.. aku Ridha..!”
“Oh Ridha.., ada apa..?” tanyanya lagi.
“Boleh nggak sekarang aku ke rumahmu, aku kangen sama kamu nih..!” kataku.
“Silakan.., kebetulan aku libur hari ini..!” jawab Yanti.
“Oke deh.., nanti sebelum makan siang aku ke rumahmu. Masak yang enak ya, biar aku bisa makan di sana..!” kataku sambil sedikit tertawa.
“Sialan luh. Oke deh.., cepetan ke sini.., ditunggu loh..!”
“Oke.., sampai ketemu yaa.. daah..!” kataku sambil menutup gagang telpon itu.

Setelah menelepon Yanti, aku berjalan menuju kamar mandi. Di kamar mandi itu aku melepas pakaianku semuanya dan langsung membersihkan tubuhku. Namun sebelumnya aku bermasturbasi sejenak dengan memasukkan jariku ke dalam vaginaku sendiri sambil pikiranku menerawang mengingat kejadian-kejadian yang semalam baru kualami. Membayangkan penis suamiku walau tidak begitu besar namun mampu memberikan kepuasan padaku. Dan ini merupakan kebiasaanku.
Walaupun aku telah bersuami, namun aku selalu menutup kenikmatan bersetubuh dengan Mas Hadi dengan bermasturbasi, karena kadang-kadang bermasturbasi lebih nikmat.

Singkat cerita, siang itu aku sudah berada di depan rumah Yanti yang besar itu. Dan Yanti menyambutku saat aku mengetuk pintunya.
“Apa khabar Rida..?” begitu katanya sambil mencium pipiku.
“Seperti yang kamu lihat sekarang ini..!” jawabku.
Setelah berbasa-basi, Yanti membimbingku masuk ke ruangan tengah dan mempersilakan aku untuk duduk.


“Sebentar ya.., kamu santailah dahulu, aku ambil minuman di belakang…” lalu Yanti meninggalkanku.
Aku segera duduk di sofanya yang empuk. Aku memperhatikan ke sekeliling ruangan ini. Bagus sekali rumahnya, beda dengan rumahku. Di setiap sudut ruang terdapat hiasan-hiasan yang indah, dan pasti mahal-mahal. Foto-foto Yanti dan suaminya terpampang di dinding-dinding. Sandi yang dahulu katanya sempat menaksir aku, yang kini adalah suami Yanti, terlihat semakin ganteng saja. Dalam pikirku berkata, menyesal juga aku acuh tak acuh terhadapnya dahulu. Coba kalau aku terima cintanya, mungkin aku yang akan menjadi istrinya.

Sambil terus memandangi foto Sandi, suaminya, terlintas pula dalam ingatanku betapa pada saat kuliah dulu lelaki keturunan Manado ini mencoba menarik perhatianku (aku, Yanti dan Sandi memang satu kampus). Sandi memang orang kaya. Dia adalah anak pejabat pemerintahan di Jakarta. Pada awalnya aku pun tertarik, namun karena aku tidak suka dengan sifatnya yang sedikit sombong, maka segala perhatiannya padaku tidak kutanggapi. Aku takut jika tidak cocok dengannya, karena aku orangnya sangat sederhana.

Lamunannku dikagetkan oleh munculnya Yanti. Sambil membawa minuman, Yanti berjalan ke arah aku duduk, menaruh dua gelas sirup dan mempersilakanku untuk minum.
“Ayo Rid, diminum dulu..!” katanya.
Aku mengambil sirup itu dan meminumnya. Beberapa teguk aku minum sampai rasa dahaga yang sejak tadi terasa hilang, aku kembali menaruh gelas itu.


“Oh iya, Mas Sandi ke mana?” tanyaku.
“Biasa… Bisnis dia,” kata Yanti sambil menaruh gelasnya. “Sebentar lagi juga pulang. Sudah kutelpon koq dia, katanya dia juga kangen sama kamu..!” ujarnya lagi.

Yanti memang sampai sekarang belum mengetahui kalau suaminya dahulu pernah naksir aku. Tapi mungkin juga Sandi sudah memberitahukannya.

“Kamu menginap yah.. di sini..!” kata Yanti.
“Akh… enggak ah, tidak enak khan..!” kataku.
“Loh… nggak enak gimana, kita kan sahabat. Sandi pun kenal kamu. Lagian aku sudah mempersiapkan kamar untukmu, dan aku pun sedang ambil cuti koq, jadi temani aku ya.., oke..!” katanya.
“Kasihan Mas Hadi nanti sendirian..!” kataku.
“Aah… Mas Hadi khan selalu menurut keinginanmu, bilang saja kamu mau menginap sehari di sini menemani aku. Apa harus aku yang bicara padanya..?”
“Oke deh kalau begitu.., aku pinjam telponmu ya..!” kataku.
“Tuh di sana…!” kata Yanti sambil menujuk ke arah telepon.

Aku segera memutar nomor telpon kantor suamiku. Dengan sedikit berbohong, aku minta ijin untuk menginap di rumah Yanti. Dan menganjurkan Mas Hadi untuk tidur di rumah orangtuaku. Seperti biasa Mas Hadi mengijinkan keinginanku. Dan setelah basa-basi dengan suamiku, segera kututup gagang telpon itu.

“Beres..!” kataku sambil kembali duduk di sofa ruang tamu.
“Nah.., gitu dong..! Ayo kutunjukkan kamarmu..!” katanya sambil membimbingku.
Di belakang Yanti aku mengikuti langkahnya. Dari belakang itu juga aku memperhatikan tubuh montoknya. Yanti tidak berubah sejak dahulu. Pantatnya yang terbungkus celana jeans pendek yang ketat melenggak-lenggok. Pinggulnya yang ramping sungguh indah, membuatku iseng mencubit pantat itu.


“Kamu masih montok saja, Yan..!” kataku sambil mencubit pantatnya.
“Aw.., akh.. kamu. Kamu juga masih seksi saja. Bisa-bisa Mas Sandi nanti naksir kamu..!” katanya sambil mencubit buah dadaku.
Kami tertawa cekikikan sampai kamar yang dipersiapkan untukku sudah di depan mataku.
“Nah ini kamarmu nanti..!” kata Yanti sambil membuka pintu kamar itu.

Besar sekali kamar itu. Indah dengan hiasan interior yang berseni tinggi. Ranjangnya yang besar dengan seprei yang terbuat dari kain beludru warna biru, menghiasi ruangan ini. Lemari pakaian berukiran ala Bali juga menghiasi kamar, sehingga aku yakin setiap tamu yang menginap di sini akan merasa betah.
Akhirnya di kamar itu sambil merebahkan diri, kami mengobrol apa saja. Dari pengalaman-pengalaman dahulu hingga kejadian kami masing-masing. Kami saling bercerita tentang keluhan-keluhan kami selama ini. Aku pun bercerita panjang mulai dari perkimpoianku sampai sedetil-detilnya, bahkan aku bercerita tentang hubungan bercinta antara aku dan suamiku. Kadang kami tertawa, kadang kami serius saling mendengarkan dan bercerita. Hingga pembicaraan serius mulai kucurahkan pada sahabatku ini, bahwa aku ingin bekerja di perusahan bapaknya yang direktur.

“Gampang itu..!” kata Yanti. “Aku tinggal menghubungi Papa nanti di Jakarta. Kamu pasti langsung diberi pekerjaan. Papaku kan tahu kalau kamu adalah satu-satunya sahabatku di dunia ini..” lanjutnya sambil tertawa lepas.
Tentu saja aku senang dengan apa yang dibicarakan oleh Yanti, dan kami pun meneruskan obrolan kami selain obrolan yang serius barusan.

Tanpa terasa, di luar sudah gelap. Aku pun minta ijin ke Yanti untuk mandi. Tapi Yanti malah mengajakku mandi bersama. Dan aku tidak menolaknya. Karena aku berpikir toh sama-sama wanita.Sungguh di luar dugaan, di kamar mandi ketika kami sama-sama telanjang bulat, Yanti memberikan sesuatu hal yang sama sekali tidak terpikirkan.
Sebelum air yang hangat itu membanjiri tubuh kami, Yanti memelukku sambil tidak henti-hentinya memuji keindahan tubuhku. Semula aku risih, namun rasa risih itu hilang oleh perasaan yang lain yang telah menjalar di sekujur tubuh. Sentuhan-sentuhan tangannya ke sekujur tubuhku membuatku nikmat dan tidak kuasa aku menolaknya. Apalagi ketika Yanti menyentuh bagian tubuhku yang sensitif.
Kelembutan tubuh Yanti yang memelukku membuatku merinding begitu rupa. Buah dadaku dan buah dadanya saling beradu. Sementara bulu-bulu lebat yang berada di bawah perut Yanti terasa halus menyentuh daerah bawah perutku yang juga ditumbuhi bulu-bulu. Namun bulu-bulu kemaluanku tidak selebat miliknya, sehingga terasa sekali kelembutan itu ketika Yanti menggoyangkan pinggulnya.
Karena suasana yang demikian, aku pun menikmati segala apa yang dia lakukan. Kami benar-benar melupakan bahwa kami sama-sama perempuan. Perasaan itu hilang akibat kenikmatan yang terus mengaliri tubuh. Dan pada akhirnya kami saling berpandangan, saling tersenyum, dan mulut kami pun saling berciuman.
Kedua tanganku yang semuala tidak bergerak kini mulai melingkar di tubuhnya. Tanganku menelusuri punggungnya yang halus dari atas sampai ke bawah dan terhenti di bagian buah pantatnya. Buah pantat yang kencang itu secara refleks kuremas-remas. Tangan Yanti pun demikian, dengan lembut dia pun meremas-remas pantatku, membuatku semakin naik dan terbawa arus suasana. Semakin aku mencium bibirnya dengan bernafsu, dibalasnya ciumanku itu dengan bernafsu pula.
Hingga suatu saat ketika Yanti melepas ciuman bibirnya, lalu mulai menciumi leherku dan semakin turun ke bawah, bibirnya kini menemukan buah dadaku yang mengeras. Tanpa berkata-kata sambil sejenak melirik padaku, Yanti menciumi dua bukit payudaraku secar bergantian. Napasku mulai memburu hingga akhirnya aku menjerit kecil ketika bibir itu menghisap puting susuku. Dan sungguh aku menikmati semuanya, karena baru pertama kali ini aku diciumi oleh seorang wanita.

“Akh.., Yaantiii.., oh..!” jerit kecilku sedikit menggema.
“Kenapa Rid.., enak ya..!” katanya di sela-sela menghisap putingku.
“Iya.., oh.., enaaks… teruus..!” kataku sambil menekan kepalanya.
Diberi semangat begitu, Yanti semakin gencar menghisap-hisap putingku, namun tetap lembut dan mesra. Tangan kirinya menahan tubuhku di punggung.

Sementara tangan kanannya turun ke bawah menuju kemaluanku. Aku teringat akan suamiku yang sering melakukan hal serupa, namun perbedaannya terasa sekali, Yanti sangat lembut memanjakan tubuhku ini, mungkin karena dia juga wanita.
Setelah tangan itu berada di kemaluanku, dengan lembut sekali dia membelainya. Jarinya sesekali menggesek kelentitku yang masih tersembunyi, maka aku segera membuka pahaku sedikit agar kelentitku yang terasa mengeras itu leluasa keluar.
Ketika jari itu menyentuh kelentitku yang mengeras, semakin asyik Yanti memainkan kelentitku itu, sehingga aku semakin tidak dapat mengendalikan tubuhku. Aku menggelinjang hebat ketika rasa geli campur nikmat menjamah tubuhku. Pori-poriku sudah mengeluarkan keringat dingin, di dalam liang vaginaku sudah terasa ada cairan hangat yang mengalir perlahan, pertanda rangsangan yang sungguh membuatku menjadi nikmat.
Ketika tanganku menekan bagian atas kepalanya, bibir Yanti yang menghisap kedua putingku secara bergantian segera berhenti. Ada keinginan pada diriku dan Yanti mengerti akan keinginanku itu. Namun sebelumnya, kembali dia pada posisi wajahnya di depan wajahku. Tersungging senyuman yang manis.

“Ingin yang lebih ya..?” kata Santi.
Sambil tersenyum aku mengangguk pelan. Tubuhku diangkatnya dan aku duduk di ujung bak mandi yang terbuat dari porselen. Setelah aku memposisikan sedemikian rupa, tangan Yanti dengan cekatan membuka kedua pahaku lebar-lebar, maka vaginaku kini terkuak bebas. Dengan posisi berlutut, Yanti mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Aku menunggu perlakuannya dengan jantung yang berdebar kencang.

Napasku turun naik, dadaku terasa panas, begitu pula vaginaku yang terlihat pada cermin yang terletak di depanku sudah mengkilat akibat basah, terasa hangat. Namun rasa hangat itu disejukkan oleh angin yang keluar dari kedua lubang hidung Yanti. Tangan Yanti kembali membelai vaginaku, menguakkan belahannya untuk menyentuh kelentitku yang semakin menegang.

Agak lama Yanti membelai-belai kemaluanku itu yang sekaligus mempermainkan kelentitku. Sementara mulutnya menciumi pusar dan sekitarnya. Tentu saja aku menjadi kegelian dan sedikit tertawa. Namun Yanti terus saja melakukan itu.
Hingga pada suatu saat, “Eiist… aakh… aawh… Yanthhii… akh… mmhh… ssh..!” begitu suara yang keluar dari mulutku tanpa disadari, ketika mulutnya semakin turun dan mencium vaginaku.
Kedua tangan Yanti memegangi pinggul dan pantatku menahan gerakanku yang menggelinjang nikmat.


Kini ujung lidahnya yang menyentuh kelentitku. Betapa pintar dia mempermainkan ujung lidah itu pada daging kecilku, sampai aku kembali tidak sadar berteriak ketika cairan di dalam vaginaku mengalir keluar.
“Oohh… Yantii… ennaakss… sekaalii..!” begitu teriakku.

Aku mulai menggoyangkan pinggulku, memancing nikmat yang lebih. Yanti masih pada posisinya, hanya sekarang yang dijilati bukan hanya kelentitku tapi lubang vaginaku yang panas itu. Tubuhku bergetar begitu hebat. Gerakan tubuhku mulai tidak karuan. Hingga beberapa menit kemudian, ketika terasa orgasmeku mulai memuncak, tanganku memegang bagian belakang kepalanya dan mendorongnya. Karuan saja wajah Yanti semakin terpendam di selangkanganku.

“Hissapp… Yantiii..! Ooh.., aku.. akuu.. mau.. keluaar..!” jeritku.
Yanti berhenti menjilat kelentitku, kini dia mencium dan menghisap kuat lubang kemaluanku.
Maka.., “Yaantii.., aku.. keluaar..! Oh.., aku.. keluar.. nikmaathhs.. ssh..!” bersamaan dengan teriakku itu, maka aku pun mencapai orgasme.
Tubuhku seakan melayang entah kemana. Wajahku menengadah dengan mata terpejam merasakan berjuta-juta nikmat yang sekian detik menjamah tubuh, hingga akhirnya aku melemas dan kembali pada posisi duduk. Maka Yanti pun melepas hisapannya pada vaginaku.

Dia berdiri, mendekatkan wajahnya ke hadapan wajahku, dan kembali dia mencium bibirku yang terbuka. Napasku yang tersengal-sengal disumbat oleh mulut Yanti yang menciumku. Kubalas ciuman mesranya itu setelah tubuhku mulai tenang.

“Terimakasih Yanti.., enak sekali barusan..!” kataku sambil tersenyum.
Yanti pun membalas senyumanku. Dia membantuku turun dari atas bak mandi itu.
“Kamu mau nggak dikeluarin..?” kataku lagi.
“Nanti sajalah.., lagian udah gatel nih badanku. Sekarang mending kita mandi..!” jawabnya sambil menyalakan shower.

Akhirnya kusetujui usul itu, sebab badanku masih lemas akibat nikmat tadi. Dan rupanya Yanti tahu kalau aku kurang bertenaga, maka aku pun dimandikannya, disabuni, diperlakukan layaknya seorang anak kecil. Aku hanya tertawa kecil. Iseng-iseng kami pun saling menyentuh bagian tubuh kami masing-masing. Begitupula sebaliknya, ketika giliran Yanti yang mandi, aku lah yang menyabuni tubuhnya.
Setelah selesai mandi, kami pun keluar dari kamar mandi itu secara bersamaan. Sambil berpelukan, pundak kami hanya memakai handuk yang menutup tubuh kami dari dada sampai pangkal paha, dan sama sekali tidak mengenakan dalaman. Aku berjalan menuju kamarku sedang Yanti menuju kamarnya sendiri. Di dalam kamar aku tidak langsung mengenakan baju. Aku masih membayangkan kejadian barusan. Seolah-olah rasa nikmat tadi masih mengikutiku.
Di depan cermin, kubuka kain handuk yang menutupi tubuhku. Handuk itu jatuh terjuntai ke lantai, dan aku mulai memperhatikan tubuh telanjangku sendiri. Ada kebanggaan dalam hatiku. Setelah tadi melihat tubuh telanjang Yanti yang indah, ternyata tubuhku lebih indah. Yanti memang seksi, hanya dia terlalu ramping sehingga sepintas tubuhnya itu terlihat kurus. Sedangkan tubuhku agak montok namun tidak terkesan gemuk.
Entah keturunan atau tidak, memang demikianlah keadaan tubuhku. Kedua payudaraku berukuran 34B dengan puting yang mencuat ke atas, padahal aku pernah menyusui anakku. Sedangkan payudara Yanti berukuran 32 tapi juga dengan puting yang mencuat ke atas juga.
Kuputar tubuhku setengah putaran. Kuperhatikan belahan pantatku. Bukit pantatku masih kencang, namun sudah agak turun, karena aku pernah melahirkan. Berbeda dengan pantat milik Yanti yang masih seperti pantat gadis perawan, seperti pantat bebek.
Kalau kuperhatikan dari pinggir tubuhku, nampak perutku yang ramping. Vaginaku nampak menonjol keluar. Bulu-bulu kemaluanku tidak lebat, walaupun pernah kucukur pada saat aku melahirkan. Padahal kedua tangan dan kedua kakiku tumbuh bulu-bulu tipis, tapi pertumbuhan bulu kemaluanku rupanya sudah maksimal. Lain halnya dengan Yanti, walaupun perutnya lebih ramping dibanding aku, namun kemaluannya tidak menonjol alias rata. Dan daerah itu ditumbuhi bulu-bulu yang lebat namun tertata rapi.
Setelah puas memperhatikan tubuhku sendiri (sambil membandingkan dengan tubuh Yanti), aku pun membuka tasku dan mengambil celana dalam dan Bra-ku. Kemudian kukenakan kedua pakaian rahasiaku itu setelah sekujur tubuhku kulumuri bedak. Namun aku agak sedikit kaget dengan teriakan Yanti dari kamarnya yang tidak begitu jauh dari kamar ini.

“Rida..! Ini baju tidurmu..!” begitu teriaknya.
Maka aku pun mengambil handuk yang berada di lantai. Sambil berjalan kukenakan handuk itu menutupi tubuhku seperti tadi, lalu keluar menuju kamarnya yang hanya beberapa langkah. Pintu kamarnya ternyata tidak dikunci. Karena mungkin Yanti tahu kedatanganku, maka dia mempersilakan aku masuk.


“Masuk sini Rid..!” kataya dari dalam kamar.
Kudorong daun pintu kamarnya. Aku melihat di dalam kamar itu tubuh Yanti yang telanjang merebah di atas kasur. Tersungging senyuman di bibirnya. Karena aku sudah melangkah masuk, maka kuhampiri tubuh telanjang itu.


“Kamu belum pake baju, Yan..?” kataku sambil duduk di tepi ranjang.
“Akh.., gampang… tinggal pake itu, tuh..!” kata Yanti sambil tangannya menunjuk tumpukan gaun tidur yang berada di ujung ranjang.
Lalu dia berkata lagi, “Kamu sudah pake daleman, ya..?”
Aku mengangguk, “Iya..!”
Kuperhatikan dadanya turun naik. Napasnya terdengar memburu. Apakah dia sedang bernafsu sekarang.., entahlah.
Lalu tangan Yanti mencoba meraihku. Sejenak dia membelai tubuhku yang terbungkus handuk itu sambil berkata, “Kamu mengairahkan sekali memakai ini..!”
“Akh.., masa sih..!” kataku sambil tersenyum dan sedikit menggeser tubuhku lebih mendekat ke tubuh Yanti.


“Benar.., kalo nggak percaya.., emm.. kalo nggak percaya..!” kata Yanti sedikit menahan kata-katanya.
“Kalo nggak percaya apa..?” tanyaku.
“Kalo nggak percaya..!” sejenak matanya melirik ke arah belakangku.
“Kalo nggak percaya tanya saja sama orang di belakangmu… hi.. hi..!” katanya lagi.

Segera aku memalingkan wajahku ke arah belakangku. Dan.., (hampir saja aku teriak kalau mulutku tidak buru-buru kututup oleh tanganku), dengan jelas sekali di belakangku berdiri tubuh lelaki dengan hanya mengenakan celana dalam berwarna putih yang tidak lain adalah Mas Sandi suami Yanti itu. Dengan refleks karena kaget aku langsung berdiri dan bermaksud lari dari ruangan ini. Namun tangan Yanti lebih cepat menangkap tanganku lalu menarikku sehingga aku pun terjatuh dengan posisi duduk lagi di ranjang yang empuk itu.

“Mau kemana.. Rida.., udah di sini temani aku..!” kata Yanti setengah berbisik.
Aku tidak sempat berkata-kata ketika Mas Sandi mulai bergerak berjalan menuju aku. Dadaku mulai berdebar-debar. Ada perasaan malu di dalam hatiku.
“Halo.., Rida. Lama tidak bertemu ya…” suara Mas Sandi menggema di ruangan itu.
Tangannya mendarat di pundakku, dan lama bertengger di situ.


Aku yang gelagapan tentu saja semakin gelagapan. Namun ketika tangan Yanti dilepaskan dari cengkramannya, pada saat itu tidak ada keinginanku untuk menghindar. Tubuhku terasa kaku, sama sekali aku tidak dapat bergerak. Lidahku pun terasa kelu, namun beberapa saat aku memaksa bibirku berkata-kata.
“Apa-apaan ini..?” tanyaku parau sambil melihat ke arah Yanti.
Sementara tangan yang tadi bertengger di bahuku mulai bergerak membelai-belai. Serr.., tubuhku mulai merinding. Terasa bulu-bulu halus di tangan dan kaki berdiri tegak.

Rupanya Sentuhan tangan Mas Sandi mampu membangkitkan birahiku kembali. Apalagi ketika terasa di bahuku yang sebelah kiri juga didarati oleh tangan Mas Sandi yang satunya lagi. Perasaan malu yang tadi segera sirna. Tubuhku semakin merinding. Mataku tanpa sadar terpejam menikmati dalam-dalam sentuhan tangan Mas Sandi di bahuku itu.
Pijatan-pijatan kecil di bahuku terasa nyaman dan enak sekali. Aku begitu menikmati apa yang terasa. Hingga beberapa saat kemudian tubuhku melemas. Kepalaku mulai tertahan oleh perut Mas Sandi yang masih berada di belakangku. Sejenak aku membuka mataku, nampak Yanti membelai vaginanya sendiri dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya meremas pelan kedua payudaranya secara bergantian. Tersungging senyuman di bibirnya.

“Nikmati Rida..! Nikmati apa yang kamu sekarang rasakan..!” suara Yanti masih sedikit membisik.
Aku masih terbuai oleh sentuhan kedua tangan Mas Sandi yang mulai mendarat di daerah atas payudarara yang tidak tertutup. Mataku masih terpejam.
“Ini.. kan yang kamu inginkan. Kupinjamkan suamiku..!” kata Yanti lagi.
Mataku terbuka dan kembali memperhatikan Yanti yang masih dengan posisinya.
“Ayo Mas..! Nikmati Rida yang pernah kamu taksir dulu..!” kata Yanti lagi.
“Tentu saja Sayang.., asal.. kamu ijinkan..!” kata suara berat Mas Sandi.

Tubuhnya dibungkukkan. Kemudian wajahnya ditempelkan di bagian atas kepalaku. Terasa bibirnya mencium mesra daerah itu. Kembali aku memejamkan mata. Bulu-buluku semakin keras berdiri. Sentuhan lembut tangan Mas Sandi benar-benar nikmat. Sangat pintar sekali sentuhan itu memancing gairahku untuk bangkit. Apalagi ketika tangan Mas Sandi sebelah kanan berusaha membuka kain handuk yang masih menutupi tubuhku itu.

“Oh.., Mas.., Maas… jangaan… Mas..!” aku hanya dapat berkata begitu tanpa kuasa menahan tindakan Mas Sandi yang telah berhasil membuka handuk dan membuangnya jauh-jauh.
Tinggallah tubuh setengah bugilku. Kini gairahku sudah memuncak dan aku mulai lupa dengan keadaanku. Aku sudah terbius suasana.

Mas Sandi mulai berlutut, namun masih pada posisi di belakangku. Kembali dia membelai seluruh tubuhku. Dari punggungku, lalu ke perut, naik ke atas, leherku pun kena giliran disentuhnya, dan aku mendesah nikmat ketika leherku mulai dicium mesra oleh Mas Sandi. Sementara desahan-desahan kecil terdengar dari mulut Yanti.
Aku melirik sejenak ke arah Yanti, rupanya dia sedang masturbasi. Lalu aku memejamkan mata lagi, kepalaku kutengadahkan memberikan ruangan pada leherku untuk diciumi Mas Sandi. Persaanku sudah tidak malu-malu lagi, aku sudah kepalang basah. Aku lupa bahwa aku telah bersuami, dan aku benar-benar akan merasakan apa yang akan kurasakan nanti, dengan lelaki yang bukan suamiku.

“Buka ya.. BH-nya, Rida..!” kata Mas Sandi sambil melepas kancing tali BH-ku dari punggung.
Beberapa detik BH itu terlepas, maka terasa bebas kedua payudaraku yang sejak tadi tertekan karena mengeras. Suara Yanti semakin keras, rupanya dia mencapai orgasmenya. Kembali aku melirik Yanti yang membenamkan jari manis dan jari telunjuknya ke dalam vaginanya sendiri. Nampak dia mengejang dengan mengangkat pinggulnya.


“Akh.., nikmaats… ooh… nikmaatts.. sekalii..!” begitu kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Dan tidak lama kemudian dia terkulai lemas di ranjang itu. Sementara Mas Sandi sibuk dengan kegiatannya.

Kini kedua payudaraku sudah diremasi dengan mesra oleh kedua telapak tangannya dari belakang. Sambil terus bibirnya menjilati inci demi inci kulit leherku seluruhnya. Sedang enak-enaknya aku, tiba-tiba ada yang menarik celana dalamku. Aku membuka mataku, rupanya Yanti berusaha untuk melepas celana dalamku itu. Maka kuangkat pantatku sejenak memudahkan celana dalamku dilepas oleh Yanti. Maka setelah lepas, celana dalam itu juga dibuang jauh-jauh oleh Yanti.
Aku menggeser posisi dudukku menuju ke bagian tengah ranjang itu. Mas Sandi mengikuti gerakanku masih dari belakang, sekarang dia tidak berlutut, namun duduk tepat di belakang tubuhku. Kedua kakinya diselonjorkan, maka pantatku kini berada di antara selangkangan milik Mas Sandi. Terasa oleh pantatku ada tonjolan keras di selangkangan. Rupanya penis Mas Sandi sudah tegang maksimal.

Lalu Yanti membuka lebar-lebar pahaku, sehingga kakiku berada di atas paha Mas Sandi. Lalu dengan posisi tidur telungkup, Yanti mendekatkan wajahnya ke selangkanganku, dan apa yang terjadi…
“Awwh… ooh… eeisth.. aakh..!” aku menjerit nikmat ketika kembali kurasakan lidahnya menyapu-nyapu belahan vaginaku, terasa kelentitku semakin menegang, dan aku tidak dapat mengendalikan diri akibat nikmat, geli, enak, dan lain sebagainya menyatu di tubuhku.

Kembali kepalaku menengadah sambil mulutku terbuka. Maka Mas Sandi tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia tahu maksudku. Dari belakang, bibirnya langsung melumat bibirku yang terbuka itu dengan nafsunya. Maka kubalas ciuman itu dengan nafsu pula. Dia menyedot, aku menyedot pula. Terjadilah pertukaran air liur Mas Sandi dengan air liurku. Terciuma aroma rokok pada mulutnya, namun aroma itu tidak mengganggu kenikmatan ini.

Kedua tangan Mas Sandi semakin keras meremas kedua payudaraku, namun menimbulkan nikmat yang teramat, sementara di bawah Yanti semakin mengasyikkan. Dia terus menjilat dan mencium vaginaku yang telah banjir. Banjir oleh cairan pelicin vaginaku dan air liur Yanti.
“Mmmhh… akh… mmhh..!” bibirku masih dilumati oleh bibir Mas Sandi.

Tubuhku semakin panas dan mulai memberikan tanda-tanda bahwa aku akan mencapai puncak kenikmatan yang kutuju. Pada akhirnya, ketika remasan pada payudaraku itu semakin keras, dan Yanti menjilat, mencium dan menghisap vaginaku semakin liar, tubuhku menegang kaku, keringat dingin bercucuran dan mereka tahu bahwa aku sedang menikmati orgasmeku. Aku mengangkat pinggulku, otomatis ciuman Yanti terlepas. Semakin orgasmeku terasa ketika jari telujuk dan jari manis Yanti dimasukkan ke liang vaginaku, kemudian dicabutnya setengah, lalu dimasukkan lagi.

Perlakuan Yanti itu berulang-ulang, yaitu mengeluar-masukkan kedua jarinya ke dalam lubang vaginaku. Tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata betapa nikmat dan enak pada saat itu.
“Aakh… aawhh… nikmaatss… terus.. Yantii.. oooh… yang cepaat.. akh..!” teriakku.
Tubuh Mas Sandi menahan tubuhku yang mengejang itu. Jarinya memilin-milin puting susuku. Bibirnya mengulum telingaku sambil membisikkan sesuatu yang membuatku semakin melayang. Bisikan-bisikan yang memujiku itu tidak pernah kudengar dari Mas Hadi, suamiku.


“Ayo cantik..! Nikmatilah orgasmemu.., jangan kamu tahan, keluarkan semuanya Sayang..! Nikmatilah.., nikmatilah..! Oh.., kamu cantik sekali jika orgasme..!” begitu bisikan yang keluar dari mulut Mas Sandi sambil terus mengulum telingaku.
“Aakh.. Maass, aduh.. Yanti.., nikmaats… oh… enaaks.. sekali..!” teriakku.
Akhirnya tubuh kejangku mulai mengendur, diikuti dengan turunnya kenikmatan orgasmeku itu.


Perlahan sekali tubuhku turun dan akhirnya terkulai lemas di pangkuan Mas Sandi. Lalu tubuh Yanti mendekapku.
Dia berbisik padaku, “Ini.. belum seberapanya Sayaang.., nanti akan kamu rasakan punya suamiku..!” sambil berkata demikian dia mencium keningku.
Mas Sandi beranjak dari duduknya dan berjalan entah ke arah mana, karena pada saat itu mataku masih terpenjam seakan enggan terbuka.

Entah berapa lama aku terlelap. Ketika kusadar, kubuka mataku perlahan dan mencari-cari Yanti dan Mas Sandi sejenak. Mereka tidak ada di kamar ini, dan rupanya mereka membiarkanku tertidur sendiri. Aku menengok jam dinding. Sudah pukul sepuluh malam. Segera aku bangkit dari posisi tidurku, lalu berjalan menuju pintu kamar. Telingaku mendengar alunan suara musik klasik yang berasal dari ruangan tamu. Dan ketika kubuka pintu kamar itu yang kebetulan bersebelahan dengan ruang tamu, mataku menemukan suatu adegan dimana Yanti dan suaminya sedang melakukan persetubuhan.
Yanti dengan posisi menelentang di sofa sedang ditindih oleh Mas Sandi dari atas. Terlihat tubuh Mas Sandi sedang naik turun. Segera mataku kutujukan pada selangkangan mereka. Jelas terlihat penis Mas Sandi yang berkilat sedang keluar masuk di vagina Yanti. Terdengar pula erangan-erangan yang keluar dari mulut Yanti yang sedang menikmati hujaman penis itu di vaginanya, membuat tubuhku perlahan memanas. Segera saja kuhampiri mereka dan duduk tepat di depan tubuh mereka.

Di sela-sela kenikmatan, Yanti menatapku dan tersenyum. Rupanya Mas Sandi memperhatikan istrinya dan sejenak dia menghentikan gerakannya dan menengok ke belakang, ke arahku.
“Akh… Mas.., jangan berhentiii doong..! Oh..!” kata Yanti.
Dan Mas Sandi kembali berkonsentrasi lagi dengan kegiatannya. Kembali terdengar desahan-desahan nikmat Yanti yang membahana ke seluruh ruangan tamu itu. Aku kembali gelagapan, kembali resah dan tubuhku semakin panas. Dengan refleks tanganku membelai vaginaku sendiri.


“Oh.. Ridhaa.., nikmat sekaallii.. loh..! Akuu… ooh… mmh..!” kata Yanti kepadaku.
Aku melihat wajah nikmat Yanti yang begitu cantik. Kepalannya kadang mendongak ke atas, matanya terpejam-pejam. Sesekali dia gigit bibir bawahnya. Kedua tangannya melingkar pada pantat suaminya, dan menarik-narik pantat itu dengan keras sekali. Aku melihat penis Mas Sandi yang besar itu semakin amblas di vagina Yanti. Samakin mengkilat saja penis itu.


“Oh Mas.., aku hampiir sampaaii..! Teruus… Mas… terus..! Lebih keras lagiih.., oooh… akh..!” kata Yanti.
Yanti mengangkat tinggi-tinggi pinggulnya, Mas Sandi terus dengan gerakannya menaik-turunkan tubuhnya dalam kondisi push-up.
“Maass.., akuuu… keluaar..! Aakh… mhh… nikmaats.., mmh..!” kata Yanti lagi dengan tubuh yang mengejang.
Rupanya Yanti mencapai orgasmenya. Tangannya yang tadi melingkar di pantat suaminya, kini berpindah melingkar di punggung.


Mas Sandi berhenti bergerak dan membiarkan penis itu menancap dalam di lubang kemaluan Yanti.
“Owhh… banyak sekali Sayang.. keluarnya. Hangat sekali memekmu..!” kata Mas Sandi sambil menciumi wajah istrinya.

Dapat kubayangkan perasaan Yanti pada saat itu. Betapa nikmatnya dia. Dan aku pun belingsatan dengan merubah-rubah posisi dudukku di depan mereka. Beberapa saat kemudian, Yanti mulai melemas dari kejangnya dan merubah posisinya. Segera dia turun dari sofa ketika Mas Sandi mencabut penis dari lubang kenikmatan itu. Aku melihat dengan jelas betapa besar dan panjang penis Mas Sandi. Dan ini baru pertama kali aku melihatnya, karena waktu tadi di dalam kamar, Mas Sandi masih menutupi penisnya dengan celana dalam.

Dengan segera Yanti menungging. Lalu segera pula Mas Sandi berlutut di depan pantat itu.
“Giliranmu… Mas..! Ayoo..!” kata Yanti.
Tangan Mas Sandi menggenggam penis itu dan mengarahkan langsung ke lubang vagina Yanti. Segera dia menekan pantatnya dan melesaklah penis itu ke dalam vagina istrinya, diikuti dengan lenguhan Yanti yang sedikit tertahan.
“Owwh… Maas… aakh..!”
“Aduuh… Yantii.., jepit Sayangh..!” kata Mas Sandi.

Lalu kaki Yanti dirapatkan sedemikian rupa. Dan segera pantat Mas Sandi mulai mundur dan maju.Ufh.., pemandangan yang begitu indah yang kulihat sekarang. Baru kali ini aku menyaksikan sepasang manusia bersetubuh tepat di depanku secara langsung. Semakin mereka mempercepat tempo gerakannya, semakin aku terangsang begitu rupa. Tanganku yang tadi hanya membelai-belai vaginaku, kini mulai menyentuh kelentitku.
Kenikmatan mulai mengaliri tubuhku dan semakin aku tidak tahan, sehingga aku memasukkan jariku ke dalam vaginaku sendiri. Aku sendiri sangat menikmati masturbasiku tanpa lepas pandanganku pada mereka. Belum lagi telingaku jelas mendengar desahan dan rintihan Yanti, aku dapat membayangkan apa yang dirasakan Yanti dan aku sangat ingin sekali merasakannya, merasakan vaginaku pun dimasukkan oleh penis Mas Sandi.

Beberapa saat kemudian Mas Sandi mulai melenguh keras. Kuhentikan kegiatanku dan terus memperhatikan mereka.
“Aakhh… Yantii… nikmaats… aakh… aku keluaar..!” teriak Mas Sandi membahana.
“Oh… Maas… akuu… juggaa… akh..!”
Kedua tubuh itu bersamaan mengejang. Mereka mencapai orgasmenya secara bersama-sama.

Penis Mas Sandi masih menancap di vagina Yanti sampai akhirnya mereka melemas, dan dari belakang tubuh Yanti, Mas Sandi memeluknya sambil meremas kedua payudara Yanti. Mas Sandi memasukkan semua spermanya ke dalam vagina Yanti.
Lama sekali aku melihat mereka tidak bergerak. Rupanya mereka sangat kelelahan. Di sofa itu mereka tertidur bertumpukan. Tubuh Yanti berada di bawah tubuh Mas Sandi yang menindihnya. Mata mereka terpejam seolah tidak menghiraukan aku yang duduk terpaku di depannya. Hingga aku pun mulai bangkit dari dudukku dan beranjak pergi menuju kamarku. Sesampai di kamar aku baru sadar kalau aku masih telanjang bulat. Maka aku pun balik lagi menuju kamar Yanti di mana celana dalam dan BH yang akan kupakai berada di sana.
Selagi aku berjalan melewati ruang tamu itu, aku melihat mereka masih terkulai di sofa itu. Tanpa menghiraukan mereka, aku terus berjalan memasuki kamar Yanti dan memungut celana dalam dan BH yang ada di lantai. Setelah kukenakan semuanya, kembali aku berjalan menuju kamarku dan sempat sekali lagi aku menengok mereka di sofa itu pada saat aku melewati ruang tamu.
Sesampai di kamar, entah kenapa rasa lelah dan kantukku hilang. Aku menjadi semakin resah membayangkan kejadian yang baru kualami. Pertama ketika aku dimasturbasikan oleh suami istri itu. Dan yang kedua aku terus membayangkan kejadian di mana mereka melakukan persetubuhan yang hebat itu. Keinginanku untuk merasakan penis Mas Sandi sangat besar. Aku mengharapkan sekali Mas Sandi sekarang menghampiri dan menikmatiku. Namun itu mungkin tidak terjadi, karena aku melihat mereka sudah lelah sekali.
Entah sudah berapa kali mereka bersetubuh pada saat aku terlelap tadi. Aku semakin tidak dapat menahan gejolak birahiku sendiri hingga aku merebahkan diri di kasur empuk. Dengan posisi telungkup, aku mulai memejamkan mata dengan maksud agar aku terlelap. Namun semua itu sia-sia. Karena kembali kejadian-kejadian barusan terus membayangiku. Secara cepat aku teringat bahwa tadi ketika mereka bersetubuh, aku melakukan masturbasi sendiri dan itu tidak selesai. Maka tanganku segera kuselipkan di selangkanganku. Aku membelai kembali vaginaku yang terasa panas itu.
Dan ketika tanganku masuk ke dalam celanaku, aku mulai menyentuh klitorisku. Kembali aku nikmat. Aku tidak kuasa membendung perasaan itu, dan jariku mulai menemukan lubang kemaluanku yang berlendir itu. Dengan berusaha membayangkan Mas Sandi menyetubuhiku, kumasukkan jari tengahku ke dalam lubang itu dalam-dalam. Kelembutan di dalam vaginaku dan gesekan di dinding-dindingnya membuatku mendesah kecil.
Sambil mengeluar-masukkan jari tengahku, aku membayangkan betapa besar dan panjangnya penis Mas Sandi. Beda sekali dengan penis Mas Hadi yang kumiliki. Kemaluan Mas Sandi panjang dan besarnya normal-normal saja. Sedangkan milik Mas Sandi, sudah panjang dan besar, dihiasi oleh urat-uratnya yang menonjol di lingkaran batang kemaluannya. Itu semua kulihat tadi dan kini terbayang di dalam benakku.
Beberapa menit kemudian, ketika ada sesuatu yang lain di dalam vaginaku, semakin kupercepat jari ini kukeluar-masukkan. Sambil terus membayangi Mas Sandi yang menyetubuhiku, dan aku sama sekali tidak membayangkan suamiku sendiri. Setiap bayangan suamiku muncul, cepat-cepat kubuang bayangan itu, hingga kembali Mas Sandi lah yang kubayangkan.
Tanpa sadar, ketika aku akan mencapai orgasme, aku membalikan badan dan aku memasukkan jari telunjuk ke dalam lubang vaginaku. Dalam keadaan telentang aku mengangkangkan selebar mungkin pahaku. Kini dua jariku yang keluar masuk di lubang vaginaku. Maka kenikmatan itu berlanjut hebat sehingga tanpa sadar aku memanggil-manggil pelan nama Mas Sandi.

“Akh… sshh… Masss… Sandii… Okh… Mass.. Mas.. Sandi.. aakkh..!” itulah yang keluar dari mulutku.
Seer… aku merasa kedua jariku hangat sekali dan semakin licin. Aku mengangkat ke atas pinggulku sambil tidak melepas kedua jariku menancap di lubang vaginaku. Beberapa lama tubuhku merinding, mengejang, dan nikmat tidak terkira. Sampai pada akhirnya aku melemas dan pinggulku turun secara cepat ketika kenikmatan itu perlahan berkurang.

Aku mencabut jari jemariku dan cairan yang menempel di jari-jari itu segera kujilati. Asin campur gurih yang kurasakan di lidahku. Dengat mata yang terpejam-pejam kembali aku membayangkan penis Mas Sandi yang sedang kuciumi, kuhisap, dan kurasakan. Cairan yang asin dan gurih itu kubayangkan sperma Mas Sandi. Ohhh.., nikmatnya semua ini.
Dan setelah aku puas, barulah kuhentikan hayalan-hayalanku itu. Kutarik selimut yang ada di sampingku dan menutupi sekujur tubuhku yang mulai mendingin. Aku tersenyum sejenak mengingat hal yang barusan, gila… aku masturbasi dengan membayangkan suami orang lain.
Pagi harinya, ketika aku terjaga dari tidurku dan membuka mataku, aku melihat di balik jendela kamar sudah terang. Jam berapa sekarang, pikirku. Aku menengok jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Aku kaget dan bangkit dari posisi tidurku. Ufh.., lemas sekali badan ini rasanya. Kukenakan celana dalamku. Karena udara sedikit dingin, kubalut tubuhku dengan selimut dan mulai berdiri.
Ketika berdiri, sedikit kugerak-gerakan tubuhku dengan maksud agar rasa lemas itu segera hilang. Lalu dengan gontai aku berjalan menuju pintu kamar dan membuka pintu yang tidak terkunci.
Karena aku ingin pipis, segera aku berjalan menuju kamar mandi, sesampainya di kamar mandi segera kuturunkan celana dalamku dan berjongkok. Keluarlah air hangat urine-ku dari liang vagina. Sangat banyak sekali air kencingku, sampai-sampai aku pegal berjongkok. Beberapa saat kemudian, ketika air kencingku habis, segera kubersihkan vaginaku dan kembali aku mengenakan celana dalamku, lalu kembali pula aku melingkari kain selimut itu, karena hanya kain ini yang dapat kupakai untuk menahan rasa dingin, baju tidur yang akan dipinjamkan oleh Yanti masih berada di kamarnya.
Aku keluar dari kamar mandi itu, lalu berjalan menuju ruangan dapur yang berada tidak jauh dari kamar mandi itu, karena tenggorokanku terasa haus sekali. Di dapur itu aku mengambil segelas air dan meminumnya.
Setelah minum aku berjalan lagi menuju kamarku. Namun ketika sampai di pintu kamar, sejenak pandangan mataku menuju ke arah ruang tamu. Di sana terdapat Mas Sandi sedang duduk di sofa sambil menghisap sebatang rokok. Matanya memandangku tajam, namun bibirnya memperlihatkan senyumnya yang manis. Dengan berbalut kain selimut di tubuhku, aku menghampiri Mas Sandi yang memperhatikan aku. Lalu aku duduk di sofa yang terletak di depannya. Aku membalas tatapan Mas Sandi itu dengan menyunggingkan senyumanku.

“Yanti mana..?” tanyaku padanya membuka pembicaraan.
“Sedang ke warung sebentar, katanya sih mau beli makanan..!” jawabnya.
“Mas Sandi tidak kerja hari ini..?”
“Tidak akh.., malas sekali hari ini. Lagian khan aku tak mau kehilangan kesempatan..!” sambil berkata demikian dengan posisi berlutut dia menghampiriku.


Setelah tepat di depanku, segera tangannya melepas kain selimut yang membungkusi tubuhku. Lalu dengan cepat sekali dia mulai meraba-raba tubuhku dari ujung kaki sampai ujung pahaku. Diperlakukan demikian tentu saja aku geli. Segera bulu-bulu tubuhku berdiri.
“Akh… Mas..! Gellii..!” kataku.
Mas Sandi tidak menghiraukan kata-kataku itu.


Kini dia mulai mendaratkan bibirnya ke seluruh kulit kakiku dari bawah sampai ke atas. Perlakuannya itu berulang-ulang, sehingga menciptakan rasa geli campur nikmat yang membuatku terangsang. Lama sekali perlakuan itu dilakukan oleh Mas Sandi, dan aku pun semakin terangsang.
“Akh… Mas..! Oh.., mmh..!” aku memegang bagian belakang kepala Mas Sandi dan menariknya ketika mulut lelaki itu mencium vaginaku.
Semakin aku mengangkangkan pahaku, dengan mesranya lidah Mas Sandi mulai menjilat kemaluanku itu. Tubuhku mulai bergerak-gerak tidak beraturan, merasakan nikmat yang tiada tara di sekujur tubuhku.


Aku membuang kain selimut yang masih menempel di tubuhku ke lantai, sementara Mas Sandi masih dengan kegiatannya, yaitu menciumi dan menjilati vaginaku. Aku menengadah menahan nikmat, kedua kakiku naik di tumpangkan di kedua bahunya, namun tangan Mas Sandi menurunkannya dan berusaha membuka lebar-lebar kedua pahaku itu. Karuan saja selangkanganku semakin terkuak lebar dan belahan vaginaku semakin membelah.
“Akh.. Mas..! Shh.. nikmaats..! Terus Mass..!” rintihku.

Kedua tangan Mas Sandi ke atas untuk meremas payudaraku yang terasa sudah mengeras, remasan itu membuatku semakin nikmat saja, dan itu membuat tubuhku semakin menggelinjang. Segera aku menambah kenikmatanku dengan menguakkan belahan vaginaku, jariku menyentuh kelentitku sendiri. Oh.., betapa nikmat yang kurasakan, liang kemaluanku sedang disodok oleh ujung lidah Mas Sandi, kedua payudaraku diremas-remas, dan kelentitku kusentuh dan kupermainkan. Sehingga beberapa detik kemudian terasa tubuhku mengejang hebat disertai perasaan nikmat teramat sangat dikarenakan aku mulai mendekati orgasmeku.

“Oh… Mas..! Aku… aku… akh.., nikmaats… mhh..!” bersamaan dengan itu aku mencapai klimaksku.
Tubuhku melayang entah kemana, dan sungguh aku sangat menikmatinya. Apalagi ketika Mas Sandi menyedot keras lubang kemaluanku itu. Tahu bahwa aku sudah mencapai klimaks, Mas Sandi menghentikan kegiatannya dan segera memelukku, mecium bibirku.


“Kamu sungguh cantik, Ridha.., aku cinta padamu..!” sambil berkata demikian, dengan pinggulnya dia membuka kembali pahaku, dan terasa batang kemaluannya menyentuh dinding kemaluannku.
Segera tanganku menggenggam kemaluan itu dan mengarahkan langsung tepat ke liang vaginaku.
“Lakukan Mas..! Lakukan sekarang..! Berikan cintamu padaku sekarang..!” kataku sambil menerima setiap ciuman di bibirku.


Mas Sandi dengan perlahan memajukan pinggulnya, maka terasa di liang vaginaku ada yang melesak masuk ke dalamnya. Gesekan itu membuatku kembali menengadah, sehingga ciumanku terlepas. Betapa panjang dan besar kurasakan. Sampai aku merasakan ujung kemaluan itu menyentuh dinding rahimku.
“Suamimu sepanjang inikah..?” tanyanya.
Aku menggelengkan kepala sambil terus menikmati melesaknya penis itu di liang vaginaku.

Beberapa saat kemudian sudah amblas semua seluruh batang kemaluan Mas Sandi. Aku pun sempat heran, kok bisa batang penis yang panjang dan besar itu masuk seluruhnya di vaginaku. Segera aku melipatkan kedua kakiku di belakang pantatnya. Sambil kembali mencium bibirku dengan mesra, Mas Sandi mendiamkan sejenak batang penisnya terbenam di vaginaku, hingga suatu saat dia mulai menarik mundur pantatku perlahan dan memajukannya lagi, menariknya lagi, memajukannya lagi, begitu seterusnya hingga tanpa disadari gerakan Mas Sandi mulai dipercepat. Karuan saja batang penis yang kudambakan itu keluar masuk di vaginaku. Vagina yang seharusnya hanya dapat dinikmati oleh suamiku, Mas Hadi.
Di alam kenikmatan, pikiranku menerawang. Aku seorang perempuan yang sudah bersuami tengah disetubuhi oleh orang lain, yang tidak punya hak sama sekali menikmati tubuhku, dan itu sangat di luar dugaanku. Seolah-olah aku sudah terjebak di antara sadar dan tidak sadar aku sangat menikmati perselingkuhan ini. Betapa aku sangat mengharapkan kepuasan bersetubuh dari lelaki yang bukan suamiku. Ini semua akibat Yanti yang memberi peluang seakan sahabatku itu tahu bahwa aku membutuhkan ini semua.
Beberapa menit berlalu, peluh kami sudah bercucuran. Sampailah aku pada puncak kenikmatan yang kudambakan. Orgasmeku mulai terasa dan sungguh aku sangat menikmatinya. Menikmati orgasmeku oleh laki-laki yang bukan suamiku, manikmati orgasme oleh suami sahabatku. Dan aku tidak menduga kalau rahimku pun menampung air sperma yang keluar dari penis lelaki selain suamiku.
Singkat kisahku, kini aku sudah bekerja di salah satu perusahaan milik bapaknya Yanti. Dengan demikian kehiduapanku selanjutnya mulai membaik. Ini semua berkat bantuan dari sahabatku Yanti. Namun sekarang tercipta problema baru yang mengganggu pikiranku. Penghianatanku terhadap Mas Hadi tidak berhenti sampai di sini.
Gairah seksku tidak dapat tertahankan. Aku dapat melayani suamiku hingga beberapa kali. Dan jika aku tidak merasa puas, kulampiaskan gejolakku itu dengan Mas Sandi, bahkan kalau Mas Sandi tidak ada, aku mencari kepuasan seksku dengan siapa saja yang mau. Dan untungnya hingga kini suamiku tidak mengetahuinya, tapi apa mungkin dia telah mengetahuinya..? Aku tidak perduli.Tamat


Monday, July 8, 2019

DIKEROYOK 2 WANITA SEKSI



Wanita berumur sekitar 35 thn-an itu sangat cantik. Wajahnya bulat telur, matanya tidak terlalu lebar, bahkan agak sipit, tipikal wanita keturunan Chinese (maaf, aku sama sekali tdk bermaksud rasialis, penggunaan istilah ini hanya untuk menggambarkan ciri fisiknya). Hidungnya mungil agak mancung sungguh serasi dgn bentuk wajahnya. Bibirnya yang sangat sangat tipis dan dibalut dgn lipstik lembut warna merah muda menambah keayuan dan kesegaran parasnya.


Rambutnya lembut tergerai lurus seleher. Ada sedikit sapuan warna pirang sekalipun tidak terlalu kentara. Sepasang kacamata hitam bertengger dgn serasinya di atas dahi mungilnya, menyisakan sedikit juntaian rambut pada poninya.

Tubuhnya yg mungil itu terbalut blus tanpa lengan warna biru cerah dgn motif kembang² warna putih. Model kerah yg lebar dan belahan dada yg agak rendah memperlihatkan lehernya yg jenjang dgn kulit yg begitu putih mulus. Seuntai kalung emas tipis dengan liontin berbentuk bulat melingkari lehernya seakan mempertegas kejenjangan lehernya.
Dia mengenakan bawahan rok agak mini berwarna putih polos, sangat padu dgn blus yg dipakainya. Potongan tepi rok yg pendek dan agak ketat tak mampu menjalankan tugasnya menutupi paha mulus itu. Apalagi dia duduk dgn kaki kiri bersilang diatas kaki kanannya. Wow … sungguh pemandangan yg teramat indah untuk aku lewatkan begitu saja.
Aku terus menikmati keindahan yg terpampang tak sampai 10 meter dari tempatku duduk di food court sebuah mall di kota M siang hari itu. Wanita itu tampak sedang ber-cakap², dan sesekali tertawa renyah yg memperlihatkan deretan gigi putih yg sangat rapi, dgn lawan bicaranya, seorang wanita berkaus merah yg duduk membelakangi aku dan agak terhalang oleh pengunjung lain. Aku sama sekali tdk bisa mendengar suara mereka krn jarak yg agak jauh dan alunan musik dari PA di mall itu yg agak keras.
Tak tahu untuk berapa lama aku menelanjangi tubuh molek wanita itu dalam pikiranku tanpa dia sadari. Kemudian wanita itu dgn temannya bangkit berdiri dan berjalan ke arah mejaku. Saat itu aku baru bisa melihat dgn jelas sosok kawannya yg berkaus merah itu. Aku betul² terperanjat, wajahnya bagitu tak asing buat aku. Apakah betul dia Alina, bekas tetanggaku di kota S dulu?
Belum sempat aku sadar dari keterkejutanku, si wanita kaus merah rupanya juga sama kagetnya dgn aku. Dia agak tajam menatapku dan sekilas kemudian dia agak tersenyum dgn ragu. Dgn agak bimbang dia melangkah ke mejaku dan berkata:
“Mas Ben ya?.”
Seluruh keraguanku seketika sirna. Dia adalah Alina!
Sambil bangkit berdiri aku menyapanya, “Lina ya? Wah nggak nyangka Lin bisa ketemu disini. Gimana kabarnya?”
Kami saling berjabat tangan, dan saat itu aku punya kesempatan lebih memperhatikan Lina. Dia sama sekali tdk banyak berubah dari saat terakhir kali kita ketemu tujuh thn yg lalu. Wajahnya masih ayu tanpa terlihat tanda² penuaan sedikitpun. Badannya masih sesexy dulu, apalagi dibalut kaus merah yg ketat dan celana jeans yg tak kalah ketatnya. Kalau pun ada yg berubah adalah rambutnya yg sekarang dibiarkan tergerai lebih panjang sampai di bawah bahu, serta pandangan matanya yg tampak lebih dewasa dan matang.
Kami masih berdiri sambil kedua tangan kami masih saling menjabat. Kemudian rupanya Lina sadar akan kehadiran si wanita temannya. Sambil menengok ke arahnya dia berkata,
“Eh Mas Ben .. kenalin ini Mei Ling, sahabat Lina.”
Sambil menjabat tangannya yg mulus dgn lembut, aku berkata, “Benny.”
Dia pun membalas jabatan tanganku dan dari mulutnya yg mungil meluncur suara agak serak yg terdengar begitu sexy di telingaku, “Mei Ling.”




Pada kesempatan itu aku bisa memperhatikan wajah ayunya dari dekat dan ternyata dia sungguh cantik, kulitnya begitu putih mulus dan halus. Mungkin aku agak terlalu lama menjabat tangan halusnya sehingga dia agak menarik tangannnya. aku segera sadar dan melepaskan jabat tanganku.
Kami bertiga segera duduk di mejaku. Aku dan Lina saling menanyakan kabar masing². Kami terlibat obrolan yg agak seru, maklum sdh lbh dari 7 thn kami tdk saling berhubungan. Beberapa saat kami melupakan kehadiran Mei Ling, tapi kemudian Mei Ling mulai ikut ngobrol. Ternyata dia orangnya cukup ramah dan gampang akrab.
Kami kembali mengobrol mungkin selama 30 menit sambil memesan minuman dingin. Akhirnya aku jadi ingat ada janji dgn rekan bisnisku. Aku memang ke kota M untuk tugas kantor. Dgn sangat terpaksa aku kemudian berkata bahwa aku hrs ada urusan jadi tdk bisa ngobrol lbh lama lagi.
Kami lalu meninggalkan food court itu ber-sama². Mei Ling dan Lina berkeras hendak mengantar aku ke kantor rekan bisnisku itu. Kami bertiga kemudian naik mobil Mei Ling yg ternyata sebuah sedan mewah keluaran terbaru. Mei Ling memegang kemudi dan Lina duduk di depan. Aku duduk di jok belakang. Di mobil kami melanjutkan obrolan. Aku dan Lina sempat saling bertukar nomor HP.
Perjalanan itu memang tdk lama krn jaraknya tdk terlalu jauh. Sesampainya di tujuanku, aku mengucap terima kasih ke Mei Ling sambil menjabat tangannya. Kemudian tiba² Lina menoleh ke belakang dan tanpa basa-basi mendaratkan ciuman lembut ke pipi kiriku sambil berkata,

“Ntar sore Lina telpon ya Mas, Lina masih pengin ngobrol ama Mas Ben.”

“Boleh Lin, abis jam 5 ya. Aku pasti udah balik ke hotel.”

Aku segera turun dari mobil Mei Ling dan masuk kantor rekan bisnisku unt merampungkan urusanku. Kira² jam 4 aku selesai acara bisnisku dan dgn taxi aku kembali ke hotel tempatku menginap.
Baru saja aku selesai mandi dan sedang santai menonton TV di kamar hotelku ketika HP ku berdering nyaring. Lina menelponku sesuai janjinya. Tak lama kami bertelpon krn Lina akan segera meluncur ke hotelku.
Tak sampai sejam kemudian, Lina telah berada dalam pelukanku. Kami saling melampiaskan rasa rindu kami dgn penuh gelora asmara. Aku rasakan Lina sekarang jauh lbh ahli dalam permainan cinta dibanding dulu. Sejak peristiwa Jum’at malam itu, aku pernah bercinta 2 kali lagi dgn Lina sebelum aku boyongan ke ibukota. Setelah itu aku sama sekali tdk tahu kabar ttg Lina dan suaminya, Pras.
Dari pembicaraan di-sela² pelampiasan rindu kami, aku jadi tahu bahwa Lina telah bercerai dgn Pras 2 thn lalu setelah berumah tangga selama 7 thn. Ternyata Pras, diluar tahu Lina, telah menikah lagi dan punya seorang anak dari wanita itu, alasannya krn Lina tdk bisa memberikan keturunan. Ketika Lina tahu dia langsung menuntut cerai, dan sejak itu Lina pindah ke kota M, membantu tantenya yg punya bisnis catering yg cukup maju.

“Kamu masih muda dan cantik Lin, apa nggak pengin menikah lagi?”

“Kayaknya saat ini nggak ada niat kesana Mas. Lina masih trauma ama yg dulu. Kalau hanya selingkuh mungkin Lina masih bisa mengerti, tapi kimpoi lagi …? Hmmm .. sakit sekali rasanya Mas. Dan Lina cukup happy kok dgn kehidupan Lina yg sekarang.”
“Terus untuk urusan sex gimana dong Lin? Apa Lina nggak pengin yg itu juga?”

Lina agak tercenung sejenak mendengar pertanyaanku ini. Tapi kemudian dia menjawab dgn mantap,
“Lina melampiaskannya dgn seorang teman Lina, Mas. Jangan kaget ya Mas …. Lina melakukannya dgn Mei Ling.”
Meskipun Lina sdh menyuruhku untuk tidak kaget, tapi apa yg keluar dari mulut Lina sungguh membuatku terkejut tak alang kepalang. Aku tak bisa berkata apa². Rupanya Lina melihat raut keterkejutan di wajahku, buru² dia menimpali,
“Jangan salah sangka Mas, kami bukan lesbi, kami berdua masih normal kok … kami tdk punya perasaan apa² kecuali persahabatan. Kami melakukannya hanya unt pelampiasan saja. Menurut kami itu jalan yg paling aman dan sehat ketimbang bermain dgn lelaki sembarangan.”
Aku masih belum bisa mengusir rasa kagetku.
“Kebetulan nasib Mei Ling tdk banyak berbeda dgn Lina, Mas. Dia malah sdh 2 kali kimpoi cerai. Yg pertama krn bekas suaminya suka minum dan judi dan sering main kasar. Yg kedua krn suaminya selingkuh dgn cewek lain, nggak sampai menikah seperti Mas Pras sih, tapi Mei Ling tetap terpukul. Dia sudah jera menikah lagi Mas. Kebetulan papanya Mei Ling orang kaya, jadi Mei Ling nggak butuh duit dari seorang suami kayaknya.”
Aku segera mengganti pembicaraaan dan tak lama kemudian kami kembali bercinta. Kami terus menguras birahi kami sampai lewat tengah malam. Akhirnya kami berdua tertidur dgn penuh kepuasan. Paginya kami masih sempat memadu kasih sekali lagi sebelum Lina pulang ke rumahnya dan aku kembali menyelesaikan urusan kantorku.
Sore itu aku pulang ke Jkt dgn flight jam 4 tanpa sempat bertemu dgn Lina lagi. Kami hanya saling mengucapkan perpisahan lewat HP dgn janji bahwa kalau aku ke kota M lagi aku akan menghubungi Lina.
Aku memang termasuk sering tugas ke M, paling tidak 2-3 bulan sekali aku harus kesana. Dan selama aku tdk kesana, Lina kadang menghubungi aku lewat telepon atau SMS. Dan demikian juga aku, kalau pas tdk terlalu sibuk, aku pasti sempatkan mengontak Lina via HP nya.
Tak terasa hampir 3 bln berlalu, dan minggu depan aku ditugaskan boss ku ke kota M lagi. Aku segera mengabarkan berita gembira ini ke Lina dgn SMS. Dia segera menjawab kalau dia sdh sangat merindukanku. Aku balas kalau aku juga merindukan pelukannya dan aku akan berangkat Rabu pagi.
Besoknya ketika aku sedang makan siang di kantin sendirian, HP ku berdering. Aku lihat Lina yg menelpon.

“Hallo Lin”

“Hallo Mas Ben … Mas jadi kesini kan hari Rabu?”
“Jadi dong .. udah booking tiket malah. Napa Lin?”
“Nggak papa Mas … eh Mas, Lina mau nanya .. Mas jgn marah ya…”
“Nanya apa sih?”
“Mas Ben inget nggak waktu dulu aku pernah ngomong pengin main bertiga ama Mas ama Winda .. ?”
“Iya sih Lin … tapi kan nggak kesampaian, Winda pasti ngamuk deh .. bisa² aku dicerai.”
“Mas … gimana kalau Winda di gantikan ama Mei Ling?”

Siang itu cuaca terang benderang, tak ada hujan tak ada petir. Tapi jantungku hampir copot krn terkejut mendengar perkataan Lina. Aku masih tak percaya dgn telingaku dan masih terbungkam beberapa saat.

“Gimana Mas? …. mau nggak? … kok diam sih … Mas Ben marah ya?”

“Eh .. Uh …. nggak … nggak marah kok Lin … kaget aja … eh .. aku mau aja sih .. tapi .. eh … apa Mei Ling mau?”

Aku jadi ter-bata² kehilangan kata²,
“Lho justru dia yg ngusulin kok Mas … ini dia di sebelahku manggut². Mas omong deh ama dia …”
Belum sempat aku berkata apa², kemudian ada suara serak² merdu yg menyapaku,
“Hallo Mas Benny .. ini Mei Ling … masih ingat nggak?”
“Buset dah .. mana bisa aku lupa ama wajah cantikmu,” kataku dlm hati.

“Hai Mei Ling .. pa kabar ni? Makasih lho waktu itu aku dianterin.”

“Ah .. nggak papa Mas .. aku sekalian pulang kok. Mas .. aku pengin ketemu Mas Benny lagi, bolehkan?”

Menghadapi todongan wanita cantik seperti Mei Ling, aku mana bisa berkata tidak.

“Boleh aja Ling … Rabu depan aku ke M, kita bisa ketemuan bareng Lina.”

“Iya Mas .. tapi Mas jangan nginap di hotel yg dulu itu … banyak temen papa yg sering nginap disitu, nggak enak kalau sampai kepergok .. nanti deh aku yg pesenin hotelnya .. Lina yg akan kasih kabar.”
“O .. nggak masalah Ling .., mau tidur dimana juga boleh .. asal Mei Ling yg nemenin ..”
“Nah tuh kan … mulai keluar genitnya … ok aku tunggu ya Mas … ini Lina mau ngomong lagi.”
“Gimana Mas? … maukan ama Lina ama Mei Ling?”
“Mau dong Lin.”
“Tapi Mas … bisa nggak berangkatnya Selasa sore aja … soalnya Rabu Lina diajak tante keluar kota 3 hari … kalau Mas datengnya Rabu nggak jadi dong rencana kita. Gimana Mas?”

Aku sudah membayangkan nikmatnya seranjang dgn 2 wanita cantik itu, maka dgn mantap aku bilang,

“OK deh Lin, ntar aku rubah bookingan tiketku. Kepastiannya aku kabari sore ini ya.”

“Jangan sampe nggak bisa dong Mas .. ya? … Ok deh Lina tunggu kabar dari Mas. Bye Mas Benny … muuaaachhh!”
“Bye Lin … tunggu kabarku ya.”

Aku masih tak percaya akan keberuntunganku ini. Makan siangku jadi terasa semakin enak. Selesai makan aku segera balik ke ruanganku dan menelpon travel biroku untuk jadwal ulang flightku. Untung saat itu bukan peak season jadi dgn gampang aku merubah jadwal. Sore itu aku segera SMS ke Lina kalau aku sdh rubah flightku menjadi Selasa sore jam 4.30 dari Jakarta.
Waktu itu masih hari Kamis, menunggu hari Selasa rasanya lama banget. Aku jadi seperti kembali menjadi anak kecil yg tak sabar menunggu datangnya hari Lebaran. Setelah seabad menunggu akhirnya hari Selasa datang juga. Sejak hari Minggu aku sudah bilang ke Winda kalau aku hrs berangkat Selasa sore krn malamnya ada business dinner dgn rekanan di M. Seperti biasanya Winda tak menaruh curiga apapun.
Selasa pagi Lina SMS memberitahukan nama hotel dan nomor kamar yg sdh dipesan oleh Mei Ling. Dia berpesan aku langsung aja ke hotel tsb, mereka tdk bisa jemput aku di airport krn Mei Ling masih ada urusan sampai sore. Selasa petang pesawatku mendarat dgn mulus di airport M. Segera setelah turun dari pesawat HP aku hidupkan dan telah ada pesan SMS yg menanti. Dari Lina, isinya menanyakan apa aku sdh mendarat. Aku segera telpon Lina, aku bilang baru mau naik taxi ke hotel. Lina bilang kalau mereka juga sedang diperjalanan.
Hotel itu ternyata tak terlalu jauh dari airport. Tak sampai 30 menit taxiku sdh memasuki pelataran hotel. Ternyata hotel ini cukup mewah juga, berbintang 4, hanya letaknya memang tdk di pusat bisnis. Aku telpon Lina, ternyata mereka juga baru masuk kamar, aku diminta langusng naik lift aja ke lantai sekian (Lina menyebutkan nomor lantainya). Aku bergegas masuk lift yg ada di lobby.
Kamar yg dipesan Mei Ling terletak di ujung lorong di sebelah kanan lift. Aku segera menekan tombol bel di sisi pintu. Tak berapa lama aku dengar pintu dibuka dan aku lihat Lina yg membukakan pintu. Ternyata kamar itu kamar suite yg memiliki ruang tamu sendiri. Aku lihat Mei Ling sedang duduk di sofa panjang yg ada disana.

“Hallo Lin … Mei Ling .. baru sampai ya?”

“Mas Ben .. Lina baru aja masuk kamar.”
“Silahkan masuk Mas Ben … capek ya? … gimana fligthnya lancar kan?” Mei Ling menyambutku sambil berdiri dan menyalamiku.
Lina segera menutup pintu dan menguncinya. Dia berbalik dan memelukku dari belakang
“Lina kangen ama Mas Ben nih …”

Tanpa basa-basi dia segera mencium bibirku dgn lembut. Agak canggung juga aku berciuman dgn Lina sambil disaksikan oleh Mei Ling yg masih berdiri di depanku. Mei Ling hanya tersenyum dan menarik tanganku unt duduk di tengah sofa. Dia sendiri duduk di sebelah kiriku. Lina juga menyusul duduk di kananku.
Mei Ling mengenakan kaus ketat berwarna putih dgn hiasan bunga warna emas di dadanya. Kaus itu dipadu dgn celana jeans ketat selutut. Lekuk tubuhnya terbayang jelas dari busana yg dia pakai. Tubuhnya yg tidak terlampau tinggi itu terlihat begitu ramping tapi sexy. Buah dadanya tidak terlampau besar serasi dgn tubuh mungilnya. Betisnya yg tak terbalut kain apapun begitu putih mulus dan indah.
Lina memakai kemeja lengan pendek warna pink polos, menambah kesegaran kulitnya yg putih itu. Rok yg dikenakannya adalah rok selutut agak longgar berwarna putih dgn belahan panjang di sampingnya. Ketika dia duduk, sekalipun roknya panjang, tapi paha mulusnya tampak mengintip dari belahan itu.
Aku kemudian memeluk Lina dan mendaratkan ciuman lembut ku ke bibirnya. Dia membalas ciumanku dan untuk beberapa lama kami berciuman. Lalu Lina melepaskan ciumannya dan berkata,
“Mas Ben curang … Mei Ling kok dicuekin … padahal dia lho yg ngebet ketemu Mas Ben,” Lina berkata dgn nada menggoda.
“Ihh .. Lina bisa aja.” Mei Ling membalas candaan Lina dgn tak kalah genitnya.
Aku segera menghadap ke kiri. Mei Ling sama sekali tak menolak ketika aku memeluknya. Dia membalas dgn melingkarkan lengannya ke leherku. Aku kecup lembut keningnya yg putih itu, dia semakin mempererat pelukannya. Bau parfum yg lembut dan sensual segera memenuhi rongga hidungku.

“Mas Ben .. Lina sudah sering cerita soal Mas .. bahkan sebelum kita bertemu dulu itu … aku pengin dipuasin kayak Lina dong.”

“Ah jangan percaya semua omongan Lina dong Ling … tapi aku juga pengin ama kamu Ling.”

Dgn sangat lembut aku daratkan bibirku ke bibirnya yg tipis dan mungil itu. Perlahan aku rapatkan dan sedikit aku sedot bibirnya. Dia membalasnya dgn lembut dan balik menyedot bibir atasku. Pikiranku terbawa ke-awang². Bibir yg aku kagumi beberapa bulan lalu sekarang ada dalam lumatanku. Lidahku mulai menelusuri mulutnya yg sedikit terbuka itu. Mei Ling menerimanya dgn pasrah, mulutnya dibuka lebih lebar sehingga lidahku leluasa menggelitik giginya yg rapi dan putih itu. Kadang dia menghisap lidahku dan sedikit melumat dgn mulutnya. Beberapa saat kami melupakan kehadiran Lina.
Kemudian perlahan Mei Ling melepaskan bibirnya dari pagutan bibirku. Kepalanya terkulai di dadaku. Tangan kiriku masih merangkul bahu Mei Ling, kemudian tangan kananku aku rangkulkan ke bahu Lina. Kepalanya sekarang sudah menggelayut di bahu kananku. Kemudian Lina mendekatkan wajahnya ke Mei Ling dan beralaskan dadaku mereke berdua saling berciuman.
Wow .. aku tak pernah membayangkan yg seperti ini, dua wanita ayu saling berciuman tak lebih sejengkal dari mataku. Aku mengelus rambut mereka berdua, gerakanku ini semakin membuat mereka semakin panas berciuman. bibir mereka saling kulum dan lidah mereka mulai beradu saling belit.
Tangan kanan Lina mulai meraba buah dada Mei Ling dan meremasnya dgn lembut. Mei Ling tak mau kalah, tangan kirinya menyusup di balik rok Lina dan dari gerakan di balik rok itu aku tahu dia mengelus selangkangan Lina. Mereka terus saling raba dan remas sambil terus berciuman seperti ini untuk beberapa lama. Aku hanya bisa terkesima melihat kejadian ini. Yang biasa hanya bisa aku lihat di film² porno sekarang terpampang langsung di depan mataku.
Aku mulai tak tahan tak melakukan apa². Tangan kananku aku selipkan di balik kerah kemeja Lina dan jari²ku segera menyusup di antara BH dan buah dada Lina yg padat itu. Aku elus² puting kanannya dgn ujung jariku. Tubuh Lina sedikit bergetar mendapat rangsangan dariku ini.
Tangan kiriku aku julurkan sepanjang mungkin sehingga menjangkau pangkal paha Mei Ling. Dari luar celana jeansnya aku usap² kemaluannyadan aku tekan² tepat di lipatan celananya. Mei Ling membuka pahanya sedikit lebih lebar. Dgn satu tangan, susah payah aku buka kancing celana Mei Ling dn aku turunkan risletingnya sejauh jangkauan tanganku. Jariku kemudian menyelusup di balik celana dalamnya namun hanya sampai menyentuh bulu²nya saja. Aku usap lembut bulu² pendek itu.
Beberapa saat kami masih dalam posisi seperti ini. Namun sepertinya Lina sudah tak tahan, dia semakin menggelinjang, Akhirnya Mei Ling melepaskan ciumannya dan dia bangkit berdiri duduk di kanan Lina sehingga sekarang Lina ada di tengah. Aku dan Lina agak beringsut sedikit ke kiri memberi tempat kepada Mei Ling.
Kedua tangan Mei Ling yg sekarang bebas, mulai melorotkan celana dalam Lina, sehingga celana mungil berwarna hijua lumut itu sekarang tergeletak di lantai di dekat kaki Lina. Tangan kiriku segera menyingkap rok putih Lina dan jari²ku mulai menggerayangi seluruh alat kemaluan Lina yg sudah terbuka lebar itu. Rupa²nya Mei Ling sudah hafal cara memberi kepuasan kepada Lina.
Dia segera membuka satu persatu kancing kemeja Lina sehingga dada Lina terbuka lebar. Tampak BHnya yg sewarna dgn celana dalamnya hampir² tak bisa memuat payudara Lina yang memang padat berisi itu. Dgn cekatan jari² Mei Ling membuka kaitan BH Lina yg terletak di depan diantara dua mangkuk BH itu. Buah dada Lina segera menyembul tak terhalang apa pun.
Mei Ling segera mendekatkan bibirnya ke puting kanan Lina dan mulai menjilatinya. Lina mulai berdesah penuh nikmat,
“Ahhhh …. ahhhhh .. iya …. ahhhhh … ”
Jari tangan kiriku masih lincah menjelajahi seluruh kewanitaan Lina yg sudah mulai basah berlendir itu. Dgn ujung jari tengahku aku mengusap klitoris Lina dan kadang meng-gosok²nya ke atas dan kebawah. Lina semakin menggelinjang.
“Aaaaaahhhhhh … nikmat ….. ahhhhhh ahhhhhh ahhhh.’

Mei Ling segera membantuku untuk menggarap organ kenikmatan Lina. Jari tangan kanannya dia tusukkan lembut ke lubang vagina Lina yg sudah menganga lebar. Dgn gerakan perlahan dan berirama, dia memutar jari itu mengorek seluruh permukaan dinding lubang senggama Lina.

Aku mengimbanginya dgn semakin kuat menggesek klitoris Lina yg sudah tegak berdiri seirama dgn korekan jari Mei Ling. Lidah Mei Ling masih menjilati puting kanan Lina. Aku sedikit membungkuk sehingga mulutku bisa mengulum puting Lina yg sebelah lagi. Aku sedot lambat² sambil aku jilat² putingnya dgn lidahku.

Badan Lina sudah kaku, seluruh ototnya menegang. Dengan kedua putingnya dijilat dan dihisap serta klitorisnya aku gosok² ditambah korekan jari Mei Ling di dalam liang kewanitaannya, beberapa detik kemudian Lina mencapai puncak birahinya.
“Aaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh … aaaahhhhhhhhhh”
Tubuh Lina gemetar untuk beberapa saat kemudian kembali kaku menegang dan aku lihat jari Mei Ling yg masih di dalam lubang vagina Lina sudah basah kuyup. Selangkangannya mengangkang lebar. Lina sudah mencapai orgasmenya. Kemudian perlahan aku kembali duduk bersandar, demikian juga Mei Ling. Kami saling berpandangan dan tersenyum puas karena bisa memberi kenikmatan kepada teman kami, Lina.
Lina sudah mulai kembali kesadarannya. Pakaiannya masih berantakan. Dadanya terbuka lebar dan rok panjangnya menyingkap sampai ke perutnya. Lina mulai membuka matanya, menoleh ke Mei Ling dan mencium mesra pipinya,
“Makasih Ling … tadi nikmat sekali.”
Mei Ling hanya tersenyum manis sambil mengangguk. Lina kemudian menoleh ke arahku. Bibirnya mencium lembut bibirku lalu berbisik,
“Mas Ben …. Lina puas sekali.”
Aku pun hanya tersenyum dan mengecup dahinya dgn lembut. Mei Ling kemudian merapat, kepalanya disandarkan pada buah dada kanan Lina, dia memandangku dgn lembut, bibirnya sedikit terbuka. Akupun mendekatkan kepalaku dan kami berciuman di dada Lina. Sepertinya itu sebuah ciuman untuk merayakan keberhasilan kami memberi kepuasan kepada Lina.
Kemudian Mei Ling berdiri, dgn celana jeans yg masih sedikit terbuka, dia menarik tangan Lina.
“Kita mandi dulu yuk Lin … Mas Benny biar tiduran di kamar sebentar.”
Aku lihat mereka berdua berjalan masuk ke kamar sambil bergandengan tangan. Aku mengikuti dari belakang. Mereka masuk ke kamar mandi dan aku membaringkan badanku di tempat tidur berukuran king size itu. Aku dengar deburan air di kamar mandi dan kadang diselingi suara cekikikan mereka berdua.
Tak lama mereka di kamar mandi, kemudian mereka berdua keluar hanya mengenakan bathrobe putih berbahan handuk yg disediakan hotel. Mereka bergandengan tangan dgn mesranya. Sekarang aku bisa mengamati dgn leluasa. Mei Ling tak setinggi Lina, namun kulitnya labih putih dari Lina yg memang sudah putih itu. Mei Ling sungguh cantik, wajahnya sangat feminin dan ayu. Agak berbeda dgn Lina, walaupun tak secantik Mei Ling tapi dia memiliki sensualitas yg lebih besar. Wajahnya agak genit menggoda. Dibanding tubuh Lina yg pada berisi itu, tubuh Mei Ling kelihatan sangat mungil dan ramping. Masing² memiliki pesona dan keseksian sendiri². Sungguh beruntung aku akan bisa menikmati keduanya malam ini.

“Sekarang giliran Mas Ben yang mandi ya .. perlu dimandiin nggak nih Mas?” Lina menggodaku.

“Nggak perlu lah .. udah gede kok, aku bisa mandi sendiri hehehe.”

Aku segera masuk ke kamar mandi yg mewah itu. Tampak setumpuk pakaian mereka tersusun rapi di sebuah rak. Aku segera melepas seluruh pakaianku dan melipat serta menumpuknya di samping pakian mereka itu. Aku naik ke bathtub, menutup tirai dan mulai menghidupkan shower. Aku mulai mandi dan mengosok seluruh tubuhku dgn sabun. Penisku yg tadi sempat tegang menyaksikan Lina orgasme sekarang sudah agak tenang lagi.
Tak lama aku mandi kemudian aku membalutkan sehelai handuk di pinggangku. Dibalik handuk itu aku tdk mengenakan apa² lagi. Ketika masuk kamar aku agak tertegun melihat pemandangan yg ada di tempat tidur.
Lina dan Mei Ling saling berpelukan dan berciuman. Bathrobe yg tadi mereka kenakan sudah tersingkap berantakan memperlihatkan kedua tubuh bugil mereka. Dari sela² belitan tubuh Lina aku bisa melihat tubuh Mei Ling yg begitu putih dan mulus seperti salju. Se-umur² aku tak pernah menyaksikan tubuh yang begini putih dan mulus.
Tangan mereka saling menggerayangi dam me-raba² seluruh permukaan tubuh mereka. Paha mereka saling meng-gesek² kemaluan mereka, Kaki² indah mereka saling membelit seperti ular sedang kasmaran. Sungguh pemandangan yg tak bisa digambarkan dgn kata².
Aku duduk di kaki ranjang sambil terus memperhatikan mereka. Rupanya mereka baru sadar akan kehadiranku. Mereka berhenti berciuman, kedua tersenyum seakan mengundangku untuk bergabung dgn mereka. Mereka agak bergeser memberi tempat aku di antara mereka. Aku segera merangkak di tengah mereka berdua.
Mei Ling di sebelah kiriku, bathrobe yg dikenakannya sudah terbuka lebar mempertontonkan tubuh bugilnya yg mulus. Buah dadanya tdk sebesar buah dada Lina, tapi sangat serasi dgn tubuhnya yg mungil itu. Agak aneh malah kalau tubuh semungil itu memiliki buah dada yg besar. Putingnya yg berwarna coklat muda mencuat di puncak bukit yg mulus itu. Lingkaran gelap di sekitar putingnya hanya sebesar coin seratusan tipis menambah indahnya payudara itu.
Pandanganku aku turunkan ke daerah perutnya. Sungguh molek tubuh mulus ini. Aku tak henti²nya mengagumi tubuh Mei Ling. Pinggangnya begitu kecil dan ramping. Mataku segera menjelajahi bagian yg lebih bawah lagi. Oh … kemaluannya ditumbuhi bulu² pendek yg tercukur rapi. Bukitnya begitu ranum dan menggairahkan. Sayang pahanya agak merapat sehingga aku tdk bisa mengintip bagian dalamnya.
Pahanya yg mulus ramping berisi sungguh mengundang selera. Apalagi betisnya yg kecil dan terkesan lbh panjang begit mulus tanpa sehelai bulupun. Berani sumpah aku belum pernah melihat secara langsung tubuh yg begini putih mulus.
Rupa²nya Mei Ling agak malu juga aku perhatian setiap inci tubuhnya seperti itu. Dia segera melingkarkan kedua tangannya ke leherku dan menarik kepalaku ke arahnya. Tubuhku segera menindih tubuhnya dan bibir kami segara bertautan. Aku jelajahi seluruh permukaan bibir yg tipis itu dgn bibirku. Lidahku sudah menelusup menggerayangi gigi yg rapi itu. Rasanya sungguh membuai aku ke angkasa.
Agak lama kami berciuman dgn mesra dan agak melupakan kehadiran Lina di kananku. Erangan lembut Lina yg menyadarkan kami dan kami saling melepaskan ciuman, menolah ke arah Lina yg tertelentang telanjang dgn tangan kirinya sudah menggosok kemaluannya sendiri.
Aku beringsut kebawah dgn posisi masih merangkak sampai lututku menyentuh pinggiran ranjang. Aku membungkuk dan dgn tangan aku geser pantat Mei Ling agar merapat ke panggul Lina, yg sudah terbuai ke-awang² itu. Dgn tangan aku buka paha Mei Ling dgn lebar.
Wow ,,, di hadapanku terpampang 2 orang wanita cantik dan mulus dgn paha yg menganga lebar memperlihatkan alat kewanitaan masing². Baru sekarang aku bisa menikmati pemandangan kemaluan Mei Ling secara jelas.
Sungguh teramat indah benda pusaka milik Mei Ling ini. Belahan kemaluannya begitu kecil. Klitorisnya yg berwarna pink menyala, sedikit menyembul seakan mengundang aku untuk menikmatinya. Bibir bawahnya begitu tipis seakan menyatu dgn liang senggamanya. Warnanya begitu terang, coklat sangat muda. Belum pernah aku melihat vagina seperti ini. Lubang vaginanya juga begitu mungil berwarna pink muda membuat aku semakin tak tahan.
Tanpa basa-basi aku segera menciumi seluruh selangkangan Mei Ling. Bau wangi yg khas segera menyambutku. Perlahan aku jilat bibir bawahnya yg tipis itu. Pantat Mei Ling sedikit gemetar manahan gejolak kenikmatan.
“Ooohhhh … ohhhhh … shhh shhhh.”
Desahan Mei Ling seakan sorakan supporter di telingaku membuat aku semakin bersemangat melayani vaginanya dgn bibirku. Klitorisnya yg kecil itu mulai aku jepit dgn kedua bibirku. Sekarang paha Mei Ling ikut bergetar. Gairahku semakin menyala. Lidahku mulai menyapu sekitar lubang kewanitaan Mei Ling. Pahanya terbuka semakin lebar dan pantatnya sedikit terangkat membuat vagina Mei Ling semakin terjangkau oleh lidahku.

“Ooohhhh … iya … ooohhhh Mas … iya …” Desahan serak Meiling semakin keras.

“Aahhhhh … ahhhhh … ahhhhh …” Erangan Lina menimpalinya.

Aku baru sadar ada wanita cantik satu lagi yg harus aku layani. Tangan kananku yg tadi memegang paha Mei Ling agar terbuka lebih lebar segera aku arahkan ke vagina Lina di kananku. Ternyata jari tengah Lina sedang me-nusuk² lubang vaginanya sendiri. Jari tengahku yg sedang menggerayang terhalang oleh jari Lina. Dia segera mencabut jarinya dan menggesernya ke arah klitorisnya. Jariku segera menggantikan tugas jari Lina mengorek dinding vagina Lina yg sudah basah berlendir itu.

“Ahhhhh ,, aaaahhhhh .. Mas Ben …. iya …. ahhh Lina nggak tahan .. ahhhh.”

“Ooohhh … Mas … ohhhh … iya … iya …. terus Mas …”

Setiap erangan Lina selalu ditimpali desahann Mei Ling seperti paduan suara di telingaku.
Agak sulit menggambarkan apa yg sedang aku lakukan saat itu krn aku begitu sibuknya melayani dua wanita molek yg sedang birahi ini. Jari tangan kananku sedang menelusuri gua gelap penuh kenikmatan milik Lina. Sedangkan bibir dan lidahku asik me-nari² di seputar vagina Mei Ling. Kadang jari kiriku ikut berpartisipasi meng-gosok² klitoris Mei Ling.
Tubuh Lina mulai bergetar tanda benteng tak lama lagi akan ambrol. Aku sudah hafal dgn reaksi Lina. Posisi segera aku rubah. Sekarang bibir dan lidahku sudah menikmati vagina Lina yg sudah sangat licin itu. Sementara Mei Ling aku layani dgn jari tangan kiriku yg sudah menusuk masuk keluar lubang kenikmatannya. Oh sungguh sempit punya Mei Ling.
Lidahku semakin dalam menjelajah liang sanggama Lina sementara jari tangan kananku sudah memutar klitoris Lina yg sudah sangat keras. Tubuh Lina sudah bergetar sangat liar. Tangan kirinya mencengkeram sprei dan me-narik²nya sampai ujungnya terlepas dari kasur.
“Aahhhhh .. ahhhhhhhh Mas …. Lina .. ahhhh .. sudah .. mau .. ssshhhh .. sampai … ahhh”
Tiba² paha Lina mengatup dan menjepit kepalaku. Pantatnya terangkat dan ototnya menjadi kaku. Aku rasakan ada cairan hangat yg menyiram lidahku,
“Aaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh aaaaaaaaaahhhhhhhhhh.”
Lina sudah mencapai puncak kenikmatannya. Untuk beberapa saat tubuhnya kaku tak bergerak. Pahanya masih menjepit kepalaku sehingga aku terperangkap di selangkangannya. Per-lahan² otot Lina mulai mengendur, jepitan pahanya di kepalaku mulai longgar dan aku bisa menarik kepalaku dari perangkap kenikmatan itu. Dgn Lina yg sudah mencapai orgasme, aku segera mengalihkan perhatianku kembali ke Mei Ling yg masih aku layani dgn jari ku.
Lidahku yg masih belepotan lendir kenikmatan Lina segera aku tusukkan ke lubang vagina Mei Ling. Tangan kananku yg tadi melayani klitoris Lina segera aku sisipkan kebawah pantat Mei Ling. Sekalipun tubuh Mei Ling kecil dan ramping, tapi pantatnya cukup padat berisi. Aku segera meremas bukit pantat Mei Ling yg kiri.
“OOhhhhhhh … iya … ooohhh … shhhh iya .. Mas .. iya.”
Desahan birahi Mei Ling semakin membuatku aktif memuaskannya. Tangan kiriku sekarang sudah meremas bukit pantat kanannya. Dgn kedua tanganku aku angkat pantat Mei Ling sehingga vaginanya semakin gampang untuk aku nikmati. Lina yg sudah mulai sadar dari hipnotis birahinya mulai membantuku memuaskan sahabatnya yg molek ini.
Bibirnya melumat bibir Mei Ling yg sedari tadi terbuka. Tangan kirinya me-remas² buah dada Mei Ling. Jari²nya kadang memelintir puting Mei Ling yg aku lihat semakin tegak berdiri. Pantat Mei Ling sudah mulai bergoyang menikmati permainan lidahku di liang senggamanya. DAri pengalamanku, aku tahu bahwa sekuat apapun pertahanan Mei Ling tapi kalau diserang dari berbagai arah seperti ini akan bobol juga.
Dugaanku tak keliru, goyangan pantat Mei Ling semakin liar tak terkendali. Dgn susah payah aku harus mengikuti goyangannya dgn kepalaku agar lidahku tak terlepas dari selangkangannya.
“Ohhhhhh … Ohhhhhhh .. Mas ….. aku .. nggak ta .. han … massss”
Paha Mei Ling sudah mengangkang maksimal. Dia mengangkat pantatnya se-tinggi²nya sampai dia berjingkat dgn ujung jari kakinya. Punggungnya sudah tak menyentuh kasur. Pantatnya bergerak ber-kedut² naik turun tak terkontrol.
“Ohhhhhhhhh oooooooooooooooooohhhhhhhhhhh”
Cairan lendir kenikmatan mulai meleleh dari liang vagina Mei Ling. Aku segera menyapunya dgn lidahku. Oh .. nikmat sekali rasanya. Cukup banyak cairan yg keluar, dan akhirnya Mei Ling mulai menurunkan pantatnya kembali menyentuh kasur dgn perlahan. Nafasnya masih memburu cepat.
“Oooohhhh .. nikmat sekali …. ohh Mas … aku puas sekali .. Ohhh”
Aku beringsut dan lalu berbaring telentang diantara mereka berdua, Mei Ling di kananku dan Lina di kiriku. Mereka memeluk aku dan tak hentinya menghujani ciuman ke wajahku. Ucapan termia kasih tak henti meluncur dari mulut mereka krn sudah aku puaskan. Aku pun sangat puas bisa membuat nikmat dua wanita ayu ini.
Beberapa saat kami saling bercumbu, atau lebih tepatnya mereka berdua mencumbui aku. aku hanya tertelentang masih membayangkan kenangan bathin indah yg baru aku alami. Lalu tangan Lina yg nakal mulai menggerayangi perutku. Dgn sekali sentakan lembut, handuk yg membelit tubuh bagian bawahku terbuka.
Penisku yg sedari tadi sudah tegak langsung menyembul berdiri. Perhatian mereka berdua segera tersedot ke tongkat kejantananku. Tangan Mei Ling dan Lina saling berlomba menggerayangi penisku. Lina mulai beringsut dan dgn tubuhnya tertelungkup di dekat kaki kiriku bibirnya yg tebal sensual mulai menciumi batang penisku. aku masih berciuman dgn Mei Ling ketika Lina mulai memasukkan kepala penisku ke dalam mulutnya yg hangat itu. Lidahnya mulai menggelitik batang kejantananku yg ada di dalam mulutnya.
Mei Ling yg melirik kebawah memperhatikan apa yg dilakukan Lina dgn penisku mulai tertarik juga. Dia segera merubah posisi sehingga sama dgn Lina tertelungkup di dekat kaki kananku. Dia mulai menciumi pangkal pahaku. Lidahnya yg lembut mulai menggerayangi selangkanganku di sekitar biji kemaluanku. Kedua tanganku mulai mengelus lembut kepala mereka, yg kiri untuk Lina dan yang kanan jatah Mei Ling.
Lina masih terus mengulum penisku, kadang dimasukkan kemulutnya sampai pangkalnya. Mei Ling mulai menjilati bola kembarku, kadang bibirnya yg tipis menciumi dan menyedot pelan kantong bijiku. Kedua tangan mereka meng-usap² lembut perut bagian bawahku.

Oh .. sungguh nikmat .. tubuhku seakan terangkat ke kayangan. Mereka sekarang berganti peran. Mei Ling sudah mengulum penisku di mulutnya, sedang Lina yg menjilati sekitar kantong bijiku.

Cara Mei Ling mengoral aku sungguh halus. Tak seperti Lina yg agak binal, Mei Ling menggerakkan kepalanya mengangguk dgn sangat lembut. Kadang kepala penisku disedotnya pelan, diselingi libatan lidah halusnya di sekitar leher penisku. aku sangat suka apa yg dilakukan Mei Ling.

“Oooohhhhh … iya … terus Ling … iya Lin .. oh nikmat .. ooohh”
Tak terasa aku mulai mengerang penuh kenikmatan. Rupa²nya kata²ku semakin menyemangati mereka untuk berbuat lebih hebat lagi. Kali ini apa yg mereka lakukan sungguh luar biasa, aku belum pernah merasakan yg seperti ini. Sulit menggambarkannya dgn kata².
Bibir mereka saling berciuman dgn kepala penisku di tengahnya. Lidah mereka saling membelit di penisku. Lidah Mei Ling yg tipis lancip membelai lembut leher penisku sedang Lina menggosok kepala penisku dgn bagian bawah lidahnya yg bertekstur kasar itu. Aku sudah tak sadar apa² lagi. Yang bisa aku lakukan hanya berbaring telentang, kaki terbujur dgn paha mengangkang se-lebar²nya. Mulutku terus mengeluarkan erangan dan desahan birahi.
“Ooohhh . ooohhhh .. iya .. oohhh … nikmat sekali … iya … ohhhh”
Sekarang mereka melakukan hal yg tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Bibir mereka masih saling bertaut mengapit penisku. Mereka gerakkan kepala secara berbarengan menggeleng pelan sehingga keempat bibir mereka seakan memeras penisku. Kepala penisku masuk keluar melalui sudut bibir mereka menimbulkan sensasi birahi yg tak pernah aku alami sebelumnya. Tangan kanan Lina melakukan gerakan mengocok pelan di pangkal penisku. Tangan kiri Mei Ling meremas dam mengusap lembut kantung bijiku. Gerakan kepala mereka semakin cepat dan kompak.
“Oohhhhhhh …. oooohhhhh … oooohhhhh …. ooohhhhh”
Tubuhku mulai gemetar. Seluruh badanku merinding merasakan apa yg mereka lakukan terhadap penisku. Mereka merasakan reaksiku, gerakan gelengan mereka semakin cepat dan kuat. Kocokan tangan Lina semakin gencar. Mei Ling menggelitik tengah² kantung bijiku dgn jari²nya yg lentik itu. Aku sudah tak punya pertahanan apa² lagi. Sia² aku menahan ejakulasi karena semburan spermaku sudah tak bisa terbendung lagi. Tubuhku sudah berkelojotan tak terkendali. Seluruh bulu di tubuhku berdiri. Aku rasakan kenikmatan luar biasa ini sampai ke ujung jari kakiku.
“Oooooooooooooooooooooooohhhhhhhhhh croots croots .. suuurrrr suuurrr.”
Cairan spermaku membanjir di mulut mereka. Lidah mereka saling berlomba menyapu cairan kenikmatanku yg menyembur kencang itu. Aku masih merasakan nikmat yg luar biasa. Sungguh aku belum pernah merasakan kenikmatan sehebat ini. Spermaku sepertinya terus mengucur ber-liter² dan lidah mereka dgn sigap menadahi setiap tetes yg meleleh dari lubang penisku. Entah berapa lama aku merasa terbang di angkasa kenikmatan ini.
Perlahan aku mulai mengembalikan kesadaranku. Mataku aku buka pelan dan melirik kebawah. Mereka masih sibuk saling menjilati kepala penisku yg terlihat basah mengkilat. Ketika mereka sudah yakin bahwa tdk ada lagi cairan yg keluar dari penisku barulah mereka beringsut dan berbaring telentang di sampingku.
Aku peluk mereka berdua. Masing² aku hadiahi kecupan mesra di kening dan pipi.

“Makasih Lin … Ling … kalian memang sungguh hebat … aku blm pernah merasakan yg seperti tadi.”

“Mas Ben … Lina seneng bisa membuat Mas puas .. Lina juga puas kok.”
“Iya Mas .. aku puas juga … maninya Mas Ben banyak banget ya …”

Aku mempererat pelukanku ke mereka berdua. Dgn manja mereka menyandarkan kepala ke dadaku. Aku bergantian menciumi rambut mereka dgn lembut. Sejenak kami beristirahat dalam posisi seperti ini ambil berbincang menggambarkan kenikmatan yg baru kami alami bersama.
Kali ini Mei Ling yg mengambil inisistif lbh dahulu. Tangan kanannya mulai menggerayangi selangkanganku. Penisku yg masih lunglai sehabis memuntahkan lahar hangat sebegitu banyak mulai dibelainya. Jari² yg lentik dan mungil mulai mempermainkan penisku yg masih lemas. Dgn telaten di-pijit²nya lembut kepala penisku, lalu dgn halus di-belit²nya batang kejantananku dgn telunjuknya. Adik kecilku sedikit mulai bereaksi. perlahan dia mulai bangkit membesar lagi.
Lina lalu bangkit berdiri, dia merangkak dgn posisi kepala mengarah ke selangkangan Mei Ling. Perlahan dibukanya paha Mei Ling. Dia mulai menciumi vagina Mei Ling. Lidahnya mulai menjelajah di sekitar lubang kemaluan Mei Ling. Aku belum pernah melihat adegan seperti ini secara langsung. Apa yg biasa aku lihat di film² porno sekarang bisa aku nikmati dgn mata kepalaku sendiri. Aku mulai terangsang.
Mei Ling juga mulai bangkit lagi birahinya. Tangannya sudah menyingkir dari kemaluanku. Dia mulai meremas dan membelai buah dadanya dgn kedua tangannya. Sungguh pamandangan yg sangat sensasional. Lina merangkak menjilati kemaluan Mei Ling sambil tangan kirinya bermain disekitar vaginanya sendiri, sementara Mei Ling merangsang buah dadanya sendiri. Penisku sudah berdiri tegak melihat ini.
Aku segera berlutut disamping Mei Ling, penisku aku sodorkan dan aku sentuhkan ke bibir Mei Ling yg tampak begitu merangsang. Tanpa perlu dikomando Mei Ling segera mengulum penisku. Aku gerakan pantatku perlahan maju mundur. Penisku menggesek lembut bagian dalam mulut Mei Ling. Oh .. sungguh nikmatnya.
Kemudian aku mengganti posisi. Aku tidur miring dgn penis mengarah ke mulut Mei Ling. Mei Ling segera mambuka mulutnya dan menghisap penisku. Aku gamit paha Lina dan mendekatkan selangkannnya ke mulutku. Lina paham apa yg aku, dia segera berbaring miring, paha kanannya diangkat kesamping dgn selangkangannya tepat di mulutku. Aku segera mencium bibir bawah Lina yg begitu menggiurkan.
Mei Ling juga mengikuti kami berbaring miring dgn vagina kembali di bibir Lina. Dalam posisi ini kami menikmati oral sex bertiga. Mei Ling mengulum penisku, aku menjilati vagina Lina dan Lina melumat kemaluan Mei Ling. Mungkin ini yg dimaksud dgn “cinta segitiga” yg sesungguhnya.
Bebeeapa saat kami saling menikmati, kemudian kami berganti posisi. Lina yg menghisap penisku, aku melumat vagina Mei Ling dan Mei Ling menjilati lubang kemaluan Lina. Wow .. ini pengalaman yg aku ingat terus sampai sekarang. Jilatan dan hisapan kami semakin kuat. Sepertinya Lina sudah tak bisa menahan diri lagi. Tubuhnya mulai gemetaran liar.
Aku segera bangkit mengatur posisi kami. Mei Ling masih telentang menganngkang. Lina merangkak dgn kepala tertunduk menjilati alat kewanitaan Mei Ling. Lututnya bertumpu di pinggiran bawah kasur. Pahanya agak membuka. Sambil berdiri aku arahkan kepala penisku yg sudah mengkilat ke lubang kenikmatan Lina yg sangat mengundang itu.
Perlahan aku tusukkan batang kelakianku menembus gua vagina Lina. Tubuh Lina bergetar sedikit menyambut batang kelakianku di tubuhnya. Selangkanganku aku tempelkan ke pantat Lina yg padat berisi itu, otomatis seluruh batang penisku terbenam ke dalam vagina Lina. Dgn perlahan aku mulai memompa pantatku maju mundur secara berirama. Lina mengimbangi dgn jilatan yg semakin liar di klitoris Mei Ling.
“Ooohhhh .. iya ..iya Lin …. ohhhh nikmat sekali.” Mei Ling mulai naik birahi.
Tubuh Lina semakin gemetar, pantatnya bergoyang memutar tak beraturan. Aku tahu Lina sudah hampir mencapai klimaksnya. Gerakanku semakin aku percepat dan perkuat. Tanganku memengang pinggulnya sehingga aku semakin leluasa menyodokkan batang penisku ke vaginanya. Pantat Lina yg bundar berisi bergoyang seksi dan me-mukul² pangkal pahaku. Bukit pantat Lina aku tahan kesamping sehingga penetrasiku semakin dalam. Batang kemaluanku aku tahan di dalam vagina Lina sementara pantatku aku gerakkan naik turun sehingga kepala penisku meng-gesek² dinding gua Lina.
“Aaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhh aaaaaaaaaaahhhhhhhhh”
Aku merasakan vagina Lina menyemburkan cairan hangat ke batang penisku. Aku semakin hujamkan semakin dalam dan semakin banyak cairan yg meleleh. Lina sudah mengalami orgasmenya. Tubuhnya sekarang diam bagai patung. Napasnya ter-sengal².
“Aaahhh …. ahhhhh … nik .. mat .. Mas .. ahhhh”
Perlahan aku cabut penisku yg masih tegak menantang dari vagina Lina. Lina sudah tertelentang lunglai dgn posisi terbalik disamping Mei Ling. Kepalanya di tepi kasur di dekat kaki Mei Ling tepat di bawah penisku. Aku segera menarik Mei Ling agar dia merangkak dgn posisi pantat mengarah ke aku.
Mei Ling segera mengerti apa mauku. Dia merangkak bertumpu pada kedua tangan dan lututnya. Selangkangannya mengangkang tepat diatas wajah Lina dan kepalanya tepat di selangkangan Lina. Mei Ling segera menjilati vagina Lina yg masih basah berlendir itu. Dgn kedua tanganku aku membelai pantat Mei Ling yg sangat sexy itu. Begitu putih dan mulus. Pantat terindah yg pernah aku lihat. Perlahan tapi pasti aku buka kedua bukit pantat itu, memperlihatkan liang vagina yg begitu sempit dan merangsang. Aku arahkan senapanku yg sudah terkokang ke lubang kenikmatan Mei Ling. Dgn lembut aku tusukkan kepala penisku dambil menekan perlahan sampai seluruh batang kelakianku amblas ditelan gua surga Mei Ling.
Sungguh sempit vagina Mei Ling. Batang penisku yg tak seberapa besar seperti dijepit oleh dinding vagina Mei Ling yg halus licin itu. Aku ingin menikmati vagina Mei Ling sedari tadi, dan keinginanku terwujud sepenuhnya. Sesuai bayanganku, vaginanya sungguh hangat dan nikmat.
Dgn sangat perlahan aku mulai memompa pantatku maju mundur dgn teratur. Mei Ling sepertinya sangat menikmatinya. Kepalanya ter-angguk² sambil lidahnya terjulur menjelajah selangkangan Lina yg sudah mengangkang lebar. Mei Ling kemudian sedikit merendahkan pantatnya dgn membuka pahanya lbh lebar sehingga klitorisnya tepat di depan mulut Lina.
Lina tak membuang percuma kesempatan itu. Dgn lidahnya yg panjang dia mulai menjilati dan mengulum klitoris Mei Ling. Kadang lidahnya men-jilat² kantung bijiku dan pangkal penisku yg sedang me-nusuk² liang senggama Mei Ling yg nikmat itu. Ini menambah kenikmatanku.
Jilatan Lina di klitoris Mei Ling semakin liar seirama dgn hisapan dan jilatan Mei Ling di vaginanya. Tubuh kami bertiga bergetar berirama seakan menyatu dalam kayuhan kenikmatan. Aku tahu Mei Ling sudah mendekati puncaknya, tak heran, dgn sodokan penisku di vaginanya dan jilatan liar Lina di klitorisnya wanita mana yg bisa bertahan lama. Lina. yg memang gampang mencapai orgasme tentu juga sudah hampir jebol pertahanannya.
Aku semakin memperkuat goyangan pantatku. Tanganku sudah aku arahkan meremas payudara Mei Ling dan jari²ku memelintir putingnya yg mungil itu. Penisku sudah aku benamkan seluruhnya kedalam liang vagina Mei Ling. Pantatku aku gerakkan memutar. Lina segera mencium dan menyedot lembut kantung bijiku. Aku sudah tak tahan lagi. Aku rasakan Mei Ling juga sudah mendekati puncaknya.
Pantatku semakin aku rapatkan ke pantat Mei Ling. Aku memutar semakin cepat. Tubuh Lina sudah kaku tak bergerak, serangan bibir dan lidah Mei Ling di kemaluannya rupanya membuat dia segera menyerah.
“Aaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh … aaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh .. ahhhhhhhhhh”
Lina terkapar KO lebih dulu untuk kedua kalinya. Mei Ling telah berhenti melumat selangkangan Lina. Erangan kenikmatan Lina menambah birahi kami dan beberapa detik kemudian giliran Mei Ling yang mencapai klimaksnya. Pantatnya ditekan kuat ke selangkanganku. Vagina ber-denyut² memeras batang penisku yg masih tertancap erat disana.
“Oooooohhhhhhhhhhhhh … oooohhhhhhhhhhhhhhhhhhh”
Sedetik kemudian bentengku ikut ambrol juga. Badanku gemetar hebat. Payudara Mei Ling aku remas kuat². Spermaku menyembur bercampur cairan hangat dari vagina Mei Ling.
“Shhhhhh shhhhh croots …. croooots .. croots.”
Seluruh tubuhku masih merinding ketika Lina setengah memaksa memundurkan selangkanganku sehingga penisku tercabut dari vagina Mei Ling. Lendir orgasme Mei Ling bercampur spremaku meleleh keluar, dan penisku masih meneteskan sisa² kenikamatanku. kepala Lina sudah mendongak ke belakang, tengkuknya bersandar pada pinggiran kasur. Mulutnya yg sudah terbuka lebar segera mencaplok penisku yg masih tegar berdiri. Dihisapnya kuat² kepala penisku sehingga sisa sperma yg masih ada di saluran penisku tersedot habis ke mulut Lina.
Aku merasakan kenikmatan secara beruntun, belum habis aku menikmati vagina Mei ling, sekarang mulut Lina yg meneruskan orgasmeku. Sungguh tak terbayangkan dgn kata².
Setelah Lina puas menghisap habis spermaku, dia kemudian menjilati vagina Mei Ling yg masih melelehkan lendir birahinya. Mei Ling nampaknya juga menikmati apa yg dilakukan oleh Lina. Dia pun semakin giat menyapu vagina Lina dgn usapan lidahnya.
Akhirnya kami bertiga kembali berbaring kelelahan. Aku ciumi Lina dan Mei Ling bergantian. Mereka dgn suka cita menyambut ciumanku dgn mesra. Lalu mereka pun saling berciuman di dadaku.

“Mas Ben … aku suka posisi kita tadi .. selama ini aku memang bayangin yg seperti itu.”

“Iya Mas .. Lina juga suka banget, rasanya nikmat …. Ling gimana .. penis Mas Ben enak kan? Lina nggak bohong kan?”
“Iya Lin … bener kok .. Mas Ben … Mas pinter banget deh nyenengin cewek, pantesan Lina sering cerita soal Mas Ben.”
“Ah .. justru aku yg merasa enak banget …. kalian berdua memang hebat .. udah cantik pinter lagi.” Pujian ini memang tulus dari dalam hatiku.

Kami masih saling berbincang dan sesekali saling berciuman. Rasanya aku sungguh beruntung bisa mendapat dua orang dewi cinta seperti ini. Sekitar setengah jam kami ber-baring² kelelahan, Kemudian dgn malas kami bertiga ke kamar mandi saling membersihkan diri. Dengan masih bertelanjang bulat kami kembali ke kamar.

“Mas Ben … aku laper nih .. mau pesen makan .. Mas pesen apa? Kamu pesen apa Lin?”

“Aku steak medium ama kentang aja deh Ling … Mas Ben mau apa?”
“Aku pengin yg seger² … sop buntut aja deh, pakai nasi ya.”


Mei Ling menekan tombol di telpon dan memesan makanan, dia juga makan steak persis seperti Lina. Sekitar 20 menit kemudian bel pintu berbunyi. Mei Ling berdiri, mengenakan bathrobe. mengikatnya dgn rapi sehingga tubuh bugilnya tertutup rapat. Dia mengambil dompet dari tas tangannya yg ada di meja, berjalan ke pintu tembusan ke ruang tamu, lalu menutup rapat pintunya.

Tak lama kemudian dia memanggil kami ke ruang tamu untuk makan. Tubuhnya sudah bugil, Bathrobenya tersampir di sisi sofa. Kami bertiga makan sambil tetap telanjang bulat. Baru kali ini aku makan sambil bugil ditemani dua orang wanita cantik yg sama² bugil. Satu lagi kenangan yg tak pernah aku lupakan sampai hari ini.

Piring² kami segera licin tandas. Rupanya kami bertiga kelaparan karena kegiatan kami tadi. Jam di dinding menunjukkan jam tujuh lebih sedikit. Dgn saling berangkulan kami berjalan ke kamar lagi. Aku duduk di pinggir kasur bersandar ke kepala tempat tidur. Aku ambil remote dari atas meja kecil di samping tempat tidur. TV aku hidupkan, aku segera menyimak berita yg sedang di tayangkan.
Lina dan Mei Ling berbaring di sisi kiriku, mereka mencoba menikmati juga berita di TV. Tapi rupanya mereka kurang suka. Mereka segera saling berpelukan dan mulai berciuman. Tangan mereka mulai saling menggerayangi tubuh masing². Kadang mereka saling bergantian saling menghisap puting satu sama lain. Sejenak aku agak mengacuhkan mereka, perhatianku masih terpaku pada TV.
Desahan dan erangan mereka semakin mengacaukan perhatianku ke TV. Tak lama kemudian aku jadi lebih memperhatikan apa yg sedang mereka lakukan daripada berita di TV. Wajar lah, hanya lelaki edan yang lebih memperhatikan TV daripada dua wanita cantik yg sedang telanjang saling merangsang satu sama lain.
Sekarang Lina sudah merangkak di atas tubuh mulus Mei Ling dalam posisi 69. Mereka saling mencumbu kemaluan satu sama lain. Hanya desah kenikmatan dan napas ter-engah² yg terdengar dari kegiatan mereka. Aku sangat menikmati pemandangan ini. TV segera aku matikan dan perhatianku penuh kepada mereka berdua.
Dalam posisi ini pantat Lina yang menungging sungguh sexy dan indah untuk dilihat. Tak tahan tanganku segera mengelus dan meremas kedua bukit pantatnya yg mulus itu. Bibirku pun mulai menciumi seluruh permukaan punggung Lina yg putih tak bercacat. Senjata pamungkasku mulai berdiri lagi.
Tangan kanan Mei Ling segera menggapai batang penisku dan mengocokya dgn pelan. Kulit tangannya yg halus membelai seluruh permukaan panisku mulai dari kepala sampai ke pangkalnya. Kepala penisku kadang diselipkan diantara jari² yg lentik dan halus itu. Lidahnya tak berhenti menari di seluruh permukaan kemaluan Lina.
Aku menciumi dan menjilati pantat Lina yg bulat sexy itu. Sementara Lina semakin agresif melumat vagina Mei Ling dgn bibirnya yg tebal sensual itu. Kami sangat menikmati permaian ini untuk beberapa saat.
Kemudian Mei Ling berkata, “Lin .. aku pengin liat kamu main ama Mas Ben … mau kan?”
Lina yg sudah mulai naik birahi itu hanya mengangguk pelan. Kami segera berganti posisi. Aku telentang di tengah kasur. Lina segera mengambil posisi tengkurap dgn kepala mengarah ke kemaluanku. Penisku segera dikulumnya dan dimainkan dgn lidahnya yg sekarang semakin lincah. Mei Ling berdiri disisi ranjang mengawasi kami berdua seperti seorang mandor sedang mengawasi anak buahnya bekerja.
“Ooohhh .. kalian seksi sekali .. terus Lin .. ohh aku jadi terangsang nih ..”
Sejalan dgn perkataannya, Mei Ling mulai me-remas² buah dadanya sendiri. Lidahnya menjilati bibirnya yg tipis merangsang itu seakan ikut menikmati jilatan lidah Lina di kepala penisku. Sungguh pemandangan yang langka yang tak bisa terlupakan. Seorang wanita yg begitu cantik dgn tubuh yg putih mulus sedang merangsang dirinya sendiri tak sampai semeter jaraknya dari aku.
“Lin sekarang ganti posisi ya .. kamu dibawah ya.”
Lina tak menanti dua kali komandoku. Dia segera tidur telentang dgn paha terbentang lebar. Liang senggamanya yg begitu menggairahkan sudah mulai basah mengundang. Aku pegang tumitnya, kedua betisnya segera aku naikkan ke pundakku. Sambil berlutut aku arahkan penisku menuju liang kenikmatannya. Sambil aku putar dgn tangan perlahan aku tancapkan penisku di lubang itu.

“Aaaahhh .. iya Mas … ahhhh ayo Mas.”

“Oohhhhh merangsang sekali .. ohhhhhh .. terus Mas Ben .. tusuk Lina Mas.”

Mei Ling menimpali erangan Lina. Sekarang aku lihat dia sudah mengangkat kaki kirinya di kasur sehingga selangkangannya terbuka lebar². Kltorisnya yg mungil tampak menyembul keluar diantara bulu²nya yg pendek rapi itu. Tangan kirinya mulai meng-gosok² klitoris itu dan tangan kanannya masih meremas buah dada kirinya.
Penisku mulai terbenam ke dalam vagina Lina yg hangat itu. Aku mulai memompa perlahan sambil mataku tak lepas dari aksi Mei Ling masturbasi di hadapanku. Aku sengaja bergerak lambat², Aku tak ingin Lina terlalu cepat mencapai klimaksnya. Aku ingin Mei Ling bisa menikmati lebih lama permainan kami. Dan sepertinya Mei Ling bisa merasakan apa yg aku lakukan, tubuhnya semakin bergoyang mengikuti gosokan jarinya di klitorisnya.
Ketika aku merasakan Lina sudah mendekati puncaknya, aku menghentikan permaiananku. Aku cabut penisku dari vaginanya. Kayaknya Lina agak kecewa,

“Aaaahhhh Mas … Mas Ben .. ayo masukin .. ahhhh Lina udah mau sampai nih .. ahh”

“Sabar Lin, tahan bentar .. kamu gantian di atas ya.”

Aku berbaring telentang. Lina segera berjongkok diatasku dgn liang vaginanya sudah menyentuh kepala penisku. Kedua tangannya bertumpu pada lututnya yg tertekuk, dia mulai menurunkan pantatnya sehingga batang kemaluanku mulai amblas lagi ditelan gua kewanitaannya.
Aku gamit paha Mei Ling yg masih berdiri di sisi ranjang. Aku tarik pelan ke arahku. Dia segera mengerti maksudku. Dia segera berjongkok berhadapan dgn Lina. Selangkangannya terbuka lebar tepat diatas wajahku. Wow .. aku lihat pemandangan yg sangat indah tak sejengkal dari mataku. Jujur harus aku akui bahwa kemaluan Mei Ling adalah salah satu yg terindah yg pernah aku lihat. Warnanya begitu terang dan bentuknya begitu mungil.
Lubang anusnya begitu rapat berwarna putih hanya sedikit lebih tua dari kulit pantatnya yg mulus itu. Entah dorongan darimana aku segera menjilati tanpa rasa jijik sedikitpun area mulus antara lubang anus dan vaginanya. Hanya terhadap Winda istriku aku pernah lakukan ini. Dgn wanita lain aku selalu ada rasa jijik sekalipun aku ingin melakukannya.
Mei Ling sangat suka dgn apa yg aku lakukan, dia mengerang penuh kenikmatan.
“Oohhhhh iya .. Mas .. ohh nikmat sekali .. ”
Lina tentu saja tak tahu apa yg aku lakukan dgn anus Mei Ling. Dia sudah tenggelam dalam dunia kenikmatan menunggangi batang penisku, dia sama sekali tak perhatian apa yg dilakukan oleh lidahku. Hanya desahan kenikmatan yg keluar dari mulutnya.
“AAahhhhhhhh ahhhhhhhh”
Dia memompa penisku semakin kuat dan cepat. Puas menjilati sekitar anus Mei Ling aku mulai menggarap klitorisnya yg dari tadi me-manggil²ku. Lidahku aku julurkan sepanjang mungkin dan ujungnya menyentuh klitoris yg sudah sangat sensitif itu. Berbareng dgn Lina dia juga menggerakkan pantatnya naik turun sehingga lidahku yg kaku menjulur meng-gesek² klitorisnya. Sekarang mereka saling berpelukan sambil berjongkok. Sepertinya bibir mereka saling berciuman karena aku tak mendengar lagi desahan Lina dan Mei Ling.
Gerakan mereka naik turun semakin seragam dan simultan. Lina sudah mulai limbung dan tubuhnya mulai bergetar. Gerakan pantatnya naik turun semakin kuat. Tiba² selangkangannya di hujamkan dalam² ke selangkanganku. Batang kemaluanku terhujam se-dalam²nya dalam gua senggamanya. Ada cairan hangat menyembur batang penisku. Tanpa sepatahpun keluar dari mulut Lina yg masih dilumat oleh mulut Mei Ling. Tapi aku tahu Lina baru saja mencapai orgasmenya.
Perlahan tubuhnya mulai melemas. Dia beranjak turun dari atas tubuhku.
“Gantian kamu ya Ling .. aku sudah puas banget .. makasih Mas Ben.”
Dia mengecup lembut pipiku. Mei Ling segera menggantikan posisi Lina. Dia sudah jungkok dan mulai mengarahkan penisku dgn tangannya ke liang kewanitaannya. Per-lahan² ditancapkannya senjata kejantananku ke lubang sempit di selangkangannya. Dengan sangat lembut dia turunkan tubuhnya sehingga penisku mulai memasuki gua kenikmatannya.
Gaya Mei Ling agak berbeda dgn Lina. Mei Ling sangat lembut sedangkan Lina agak binal, Jujur, aku lebih suka gaya Mei Ling. Dia mulai duduk di selangkanganku. Pahanya yg mulus dan padat menduduki kedua pangkal pahaku. Lututnya setengah bertumpu di kasur. Lalu dgn sangat halus dia mulai memajumundurkan pantatnya. Semua ini dia lakukan dgn penuh perasaan seakan ingin menikmati setiap detik yg kami lalui bersama.
Aku mulai memperhatikan Mei Ling yg berada di atas tubuhku. Matanya terpejam rapat menghayati setiap gerakannya. Kedua tangannya dia letakkan di belakang bukit pantatnya seakan membantu goyangannya. Buah dadanya yg sangat menggairahkan semakin membusung. Betul² pemandangan yg sangat merangsang dan indah untuk dinikmati.
Tangan Lina mulai menggerayangi payudara kiri Mei Ling. Lidahnya mulai menjilati puting Mei Ling yg tegak menantang itu. Tanpa aku sadari tangan kiriku mulai ikut meremas buah dada Mei Ling yg kanan. Gerakan pantat Mei Ling semakin teratur dan dgn perlahan dia mulai menaikkan tempo goyangannya. Dari mulutnya yg terbuka sedikit mulai terdengar desah² birahi.
“Oooooohhhh …. ooooohhhhhhh …. ooohhhhhh.”
Aku mulai merasakan gerakan pantat Mei Ling semakin menguat. Batang penisku semakin tercekik di dalam liang vaginanya yg sempit itu. Aku mulai mendekati puncak kenikmatanku. Dari getar tubuh dan lenguhan napasnya, aku juga tahu bahwa keadaan Mei Ling sudah tak jauh berbeda dgn aku. Puncak surga sudah mulai terlihat disana.
Tiba² Mei Ling merubah posisinya tanpa membuat penisku tercabut dari gua senggamanya. Tubuhnya ditelungkupkan diatas tubuhku. Payudaranya yg padat kenyal menindih dadaku. Kakinya sudah diluruskan menimpa kakiku. Selangkangannya yg halus menempel ketat ke selangkanganku.
Aku segera membuka lebar pahaku. Sekarang kedua pahanya yg halus mulus itu terletak diantara kedua pahaku. Aku segera menjepitnya. Saat pahanya terjepit pahaku otomatis selangkangannya agak terangkat sedikit. Pahaku aku kendorkan lagi sehingga selangkangannya kembali menempel.
Demikian terus aku lakukan. Jepit kendor, jepit kendor. Dgn jarak terbatas penisku menusuk maju mundur dinding vagina Mei Ling. Kami berdua sudah tak ingat akan kehadiran Lina sama sekali. Tubuh kami seakan menyatu dan napas kami sudah saling memburu.
Tubuh Mei Ling mulai bergetar. Aku mengangkat pantatku setinggi mungkin sambil masih melakukan gerakan jepit kendor secara teratur.
“Oooohhhh … ohhhhh … ooohhhhh.”
Desehan serak² basah Mei Ling di dekat telingaku membuat aku semakin cepat mendaki puncak khayangan. Dlm dua tiga detik ke depan aku tahu gawangku akan bobol. Rupanya Mei Ling juga setali tiga uang kondisinya. Tubuhnya sudah bergetar menggelinjang seperti orang kena setrum. Aku sudah tak ingat apa² lagi. Aku rasakan cairan hangat meleleh di penisku dan pada detik itu juga spermaku meledak tak kuat menahan kenikmatan.

“Ooooooooooooooooooooooohhhhhhhhhh,” Mei Ling melolong panjang.

“Crooots … crooots … crooots … ooooooohhhhhhhhhhhh,” aku rasa lolonganku tak kalah panjangnya.

Kami berdua sampai di puncak Himalaya secara bersamaan. Tubuh kami masih menggigil menyatu menikmati birahi yg baru kami reguk sepuasnya untuk beberapa saat. Ciuman lembut Lina kemudian menyadarkanku kembali ke alam nyata. Aku lihat tubuh Mei Ling yg masih menindihku sudah mulai lemas lagi. Perlahan aku lihat Mei Ling mulai membuka kedua matanya yg selama episode nikmat tadi selalu terpejam rapat.
“Mas Ben ….. makasih …. aku puas sekali Mas.” Mei Ling berbisik sambil mendaratkan kecupan lembut di pipiku.
“Oh Ling … aku juga nikmat sekali,” aku balas kecupannya.
Malam itu kami bertiga terus menikmati manisnya madu birahi sampai akhirnya kami tertidur kelelahan, entah jam berapa.
Aku terbangun karena suara gemercik air dari kamar mandi. Aku lihat Lina dan Mei Ling sudah tak ada di sisiku. Mereka rupanya sedang mandi berdua. Aku ambil arlojiku di meja kecil samping tempat tidur, jam 9 kurang sedikit. Aku jadi ingat kalau jam 11 nanti aku sdh harus ada di kantor rekan bisnisku.
Aku segera bangkit dan bersamaan aku lihat Mei Ling dan Lina berjalan beriringan keluar dari kamar mandi hanya memakai pakaian dalam. Wajah mereka sudah segar dan ceria.

“Pagi Mas Ben … wah tidurnya nyenyak banget kayak bayi.” sapa Mei Ling sambil tersenyum manis.

“Iya Mas … kayak bayi yg habis kerja lembur .. ha ha ha,” Lina tertawa renyah.

Aku belum sempat berkomentar apa² ketika mereka masing² mendaratkan kecupan mesra di kedua pipiku.
“Mas Ben mandi dulu ya … katanya ada janji jam 11 … aku sudah pesan sarapan … bubur ayam suka kan Mas?,” celetuk Mei Ling.
Aku mandi agak lama sambil berendam air hangat melepaskan kepenatan badanku. Selesai mandi aku lihat mereka berdua sudah berpakaian lengkap sedang berdandan di depan cermin di meja rias yg besar itu. Aku segera berpakaian dan kami menyantap sarapan yg sudah siap di meja ruang tamu.

Selesai makan Lina berpamitan, “Lina jalan dulu ya Mas Ben … udah ditungguin tante.”

“Lho kamu jadi pergi? Ntar malem udah balik kesini kan?”
“Ya jadi dong Mas, udah janji ama tante. Ntar malem ya nggak bisa balik, kan Lina keluar kota, 3 hari baru balik.”
“Wah gimana dong?”
“Gimana apanya Mas? Kan ada Mei Ling yg nemenin Mas ntar malem.” Lina berkata sambil melirik Mei Ling.
“Iya Mas .. aku bebas kok ntar malem, aku temenin deh .. mau kan?” Mei Ling menimpali.
“Eh iya deh .. selamat jalan ya Lin … ati². Makasih atas segalanya. Besok aku juga hrs balik ke Jkt, jadi nggak bisa ketemu deh.”

Aku segera memeluk dan menghadiahi Lina dgn ciuman yg mesra. Lina menyambutnya dgn tak kalah mesranya.

“Ok Mas … Lina juga makasih … jangan lupa call Lina kalau Mas kesini lagi … Ling .. aku duluan ya …. jaga Mas Ben baik² lho,” kata Lina sambil tersenyum menggoda.

“Nggak usah kuatir Lin … aku pasti jagain Mas Ben … salam buat tante Yenni ya.”

Mei Ling mengecup pipi Lina sambil mengantarnya ke pintu. Tinggal kami berdua di ruang tamu. Kami berbincang sejenak sambil berpelukan. Aku lihat arloji, tak terasa sudah jam 10 lewat. Kami sempat berciuman beberapa saat dan keluar kamar berdua. Mei Ling mengantarku ke kantor rekan bisnisku. Kami atur untuk saling kontak via HP nanti sore karena aku tdk tahu sampai jam berapa aku selesai dgn urusanku. Di sepanjang perjalanan aku sudah membayangkan betapa indahnya semalam bersama Mei Ling.Tamat